Masalah sampah merupakan permasalahan nasional yang memerlukan pengelolaan secara holistik, sistemasis dan terintegrasi. Menurut data KLHK pada tahun 2019 tercatat jumlah timbulan sampah sebesar 67,8 juta ton/tahun yang terdiri dari sampah organik dengan porsentase sebesar 57%, sampah plastik sebesar 15%, sampah kertas sebesar 11% dan sampah lainnya sebesar 17%. Timbulan sampah dari rumah tangga merupakan penghasil sampah terbesar dibandingkan dengan sumber-sumber sampah lainnya, yaitu sebesar 36%, lebih besar dari timbulan sampah pasar tradisional yang hanya 24% (Data Adipura KLHK 2015 - 2016). Sampah organik tersebut didominasi oleh sampah sisa makanan, kayu, ranting dan daun.
Disisi lain, pada tahun-tahun terakhir Indonesia mengalami darurat pupuk dimana Kementerian Pertanian menerangkan bahwa pemerintah hanya dapat memenuhi 40 persen dari total pengajuan pupuk bersubsidi, yaitu hanya bisa menggelontorkan 9,55 juta ton pupuk dari total kebutuhan 26,18 juta ton pupuk per tahun. Tentu ini menjadi hal yang ironi, dimana bahan baku pupuk organik yang begitu melimpah malah menjadi sumber masalah.
Melihat kenyataan tersebut, pada bulan Februari 2020 dimasa awal pandemi Covid-19 inventor berinovasi memanfaatkan berbagai macam limbah peternakan dan limbah industri rumahan untuk diolah menjadi kompos atau pupuk organik di sebuah workshop bernama Urban Farming. Untuk menguji coba hasilnya, inventor menyewa lahan seluas 2.800 meter persegi. Lahan tersebut digunakan untuk menanam berbagai macam jenis sayuran, tanaman palawija, pisang dan bibit pinus dengan hanya menggunakan pupuk dari Urban Farming. Ternyata hasilnya sangat memuaskan, pertumbuhan tanaman begitu subur berbeda jauh lebih baik dari tanaman lain disekitarnya.
Disusul pada tahun 2021, Urban Farming mengembangkan sistem Ember Tumpuk yang ditempatkan disetiap rumah dengan konsep TRIBIO (Trilogi Biomassa) yang merupakan hasil pengembangan dari Bapak Nasih Widya Yuwono, SP., MP dosen Fakultas Pertanian UGM Jogjakarta, yang sudah memberikan ijin kepada inventor untuk mengembangkan temuannya tersebut diwilayah Kec. Majenang dan sekitarnya. Ember tumpuk dapat menampung sampah organik skala rumah tangga dan akan menghasilkan pupuk organik cair dan pupuk organik padat. Dengan adanya ember tumpuk, sampah akan terbagi menjadi organik dan un-organik sedari awal sehingga sampah un-organik yang bersih akan memiliki nilai ekonomi (laku dijual). Mereka yang tidak berniat menggunakan pupuk hasil ember tumpuk bisa memberikannya kepada tetangga yang membutuhkannya.
Jika konsep Urban Farming Majenang: Zero Organic Waste, Free Fertilizer diterapkan oleh seluruh masyarakat dan didukung penuh oleh pemerintah, inventor memiliki keyakinan Indonesia akan menjadi negara nomor satu di dunia untuk katagori negara terbersih, negara tersehat, negara ternyaman, negara tanpa sampah, negara bebas banjir dan kekeringan, serta negara dengan swasembada pangan.
Masalah/kebutuhan di masyarakat yang ingin diselesaikan.
Dari data yang sudah disajikan pada abstrak, sudah dipastikan sampah merupakan masalah serius yang membutuhkan penanganan yang serius pula. Jika hal ini dibiarkan akan timbul banyak permasalahan di sekitar kita seperti pencemaran lingkungan, penurunan kualitas kesehatan, degradasi kualitas tanah, dan masih banyak lagi masalah lainnya. Hal ini diperparah dengan sangat rendahnya kualitas kesadaran masyarakat terhadap pentingnya manajemen sampah baik skala rumah tangga maupun industri.
Setali tiga uang, petani Indonesia sedang mengalami krisis pupuk, sekaligus krisis pengetahuan akan pupuk itu sendiri. Inventor melakukan observasi dan wawancara kepada petani Desa Sadabumi Kec. Majenang (lokasi workshop Urban Farming Majenang) mengenai pengetahuan akan unsur hara mikro makro tanah, dan tidak ada yang bisa menjawab dengan benar. Dalam kondisi petani Indonesia seperti ini, sulit rasanya kita bisa swasenbada pangan.
Solusi yang ditawarkan dari produk yang diajukan
Sampah organik yang dihasilkan dari industri rumahan (rumah makan, peternakan, perikanan, dll) seperti sabut kelapa, sekam padi, sampah makanan, kotoran hewan, ranting dedauanan, dan sampah organik lainnya dikumpulkan dan dibawa ke workshop Urban Farming untuk penanganan lanjutan. Sampah-sampah tersebut dipilih dan dikelola sesuai jenisnya dan menghasilkan tiga produk utama yang sudah dipasarkan secara regional ke kota-kota di luar Cilacap seperti Bogor, Banjar, Ciamis, dan Jabodetabek. Ketiga produk tersebut adalah Pupuk Organik, Media Tanam Organik Siap Pakai dan Cocopeat.
Sampah organik yang dihasilkan dari skala rumah tangga ditampung pada ember tumpuk yang akan diurai oleh maggot atau larva HI (Hermetia Illucens) yang berasal dari lalat BSF (Black Soldier Fly), yang mana larva ini sangat kaya akan unsur protein, kalsium sebagai makanan untuk hewan ternak seperti ikan ataupun unggas, selain itu juga ember tumpuk menghasilkan padatan kompos dan cairan lindi yang bisa digunakan untuk POC (Pupuk Organik Cair).
Sejarah inovasi dan pengembangan produk.
Tahun 2019 inovator melakukan penelitian skripsi dengan judul Analisis Terhadap Sistem Maparo Peternakan Kambing Dalam Meningkatkan Ekonomi Masyarakat di Desa Sadabumi Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap (Tinjauan Ekonomi Islam). Dari data-data penelitian ini pada Februari 2020 inventor berinovasi memanfaatkan berbagai macam limbah peternakan dan limbah industri rumahan untuk diolah menjadi kompos atau pupuk organik di sebuah workshop bernama Urban Farming. Untuk menguji coba hasilnya, inventor menyewa lahan seluas 2.800 meter persegi.
Disusul pada tahun 2021, Urban Farming mengembangkan sistem Ember Tumpuk yang ditempatkan disetiap rumah dengan konsep TRIBIO (Trilogi Biomassa). Ember tumpuk dapat menampung sampah organik skala rumah tangga dan akan menghasilkan pupuk organik cair dan pupuk organik padat. Dengan adanya ember tumpuk, sampah akan terbagi menjadi organik dan un-organik sedari awal sehingga sampah un-organik yang bersih akan memiliki nilai ekonomi (laku dijual). Mereka yang tidak berniat menggunakan pupuk hasil ember tumpuk bisa memberikannya kepada tetangga yang membutuhkannya.
Kompleksitas pengelolan sampah tidak main-main, buktinya sampe sekarang negarapun belum mampu menemukan solusinya. Namun Urban Farming Majenang dengan terobosan Zero Organic Waste, Free Fertilizer memiliki optimisme untuk bisa menanggulangi problematika sampah. Tidak hanya sampai disitu, setelah inovasi ini diterapkan walau hanya cakupan kecil, dampak besar terjadi: Lingkungan sehat dan bersih, halaman rumah menjadi kebun hidup dengan anekaragam tanaman sayuran, bumbu dapur dan apotek hidup, sampah un-organik laku dijual, ada juga sedekah pupuk bagi mereka yang tidak punya lahan atau waktu untuk menanam.
Perbedaan mencolok dengan inovasi yang lain ada pada cakupan pengumpulan limbah organiknya, dimana Urban Farming Majenang: Zero Organic Waste, Free Fertilizer secara komprehensip merangkul semua kalangan untuk bisa memanfaatkan sampah organik secara mandiri dan berkelanjutan. Melalui contoh nyata dilanjutkan dengan sosialisai yang bersifat persuasif. Mengajak bukan mengejek, merangkul bukan memukul, menyayangi bukan menyaingi, mendidik bukan membidik, membina bukan menghina, mencari solusi bukan mencari simpati.
Nama | : | CAHYONO, SE |
Alamat | : | JL. RAYA BENER, RT 1 RW 1 DUSUN GLEWANG DESA BENER KEC. MAJENANG KAB. CILACAP |
No. Telepon | : | 082299037722 |