Wonogiri Nduwe Kopi Penerapan Strategi BUILD IN PUBLIC Sebagai Branding Kopi Wonogiri
Kabupaten Wonogiri merupakan sebuah wilayah yang terletak di sisi tenggara Provinsi Jawa Tengah. Wilayah ini cukup terkenal dengan topografi alamnya yang beragam sehingga sangat kaya akan diversifikasi potensi hasil bumi. Kopi sejak era Mangkunegaran telah dikenal sebagai salah satu potensi besar yang ada di Wonogiri, walau sempat menghilang karena serangan penyakit, sejak 2018 kopi dari Wonogiri kembali muncul menjadi komoditas baru yang mampu bersaing di pasar sehingga menarik minat petani untuk ikut menanamnya. Munculnya komoditas kopi Wonogiri harus dikemas pula dalam sebuah strategi branding atau pemasaran sehingga semakin dikenal luas oleh masyarakat.
Munculnya kampanye pemberdayaan Wonogiri Nduwe Kopi (Wonogiri Punya Kopi), Wonogiri Nandur Kopi (Wonogiri Menanam Kopi), dan Wonogiri Nggone Kopi (Wonogiri Tempat Kopi) yang diinisiasi oleh Brand Wonogirich (Wonogiri Coffee House) menjadi sebuah terobosan baru dalam mengenalkan kembali Wonogiri sebagai sebuah wilayah penghasil kopi yang secara tidak langsung menjadi harapan dalam proses diversifikasi hasil bumi kabupaten Wonogiri di masa mendatang. Mendokumentasikan setiap prosesnya, melibatkan banyak pihak dalam semua kegiatannya, dan membuktikan hasilnya secara transparan atau dikenal sebagai strategi branding Build in Public, Wonogirich berjalan sebagai sebuah Brand yang tidak hanya mengusung konsep marketing branding secara konvensional tetapi juga merambah pada ranah pemberdayaan secara global.
Kopi pernah berjaya di Wonogiri. Sejarah mencatat Kabupaten Wonogiri pernah menjadi pusat budidaya perkebunan kopi di era Kerajaan Mangkunegaran pada kurun waktu 1800 hingga 1900an. Analisis ini didasarkan atas catatan akademis yang menyebutkan luas wilayah Bumi Pakopen yang memenuhi syarat untuk tanaman kopi berada di sebagian besar wilayah Kabupaten Wonogiri bagian timur. Dalam sumber ini, Wonogiri disebut mampu menghasilkan jumlah panen yang cukup besar bahkan turut menjadi komoditas andalan pada masa Mangkunegaran IV untuk menutup hutang kepada VOC.
Setelah era Mangkunegaran IV berlalu, terjadilah serangan penyakit karat daun yang mematikan hampir 80% populasi kopi Arabika di seluruh dunia termasuk varietas kopi Arabika di Wonogiri. Hingga pada tahun 1974 sampai 1976, Pemerintah melalui Puslitbang Perkebunan dan Kehutanan melakukan program penanaman kopi, cengkeh dan beberapa tanaman perkebunan lainnya di banyak Kecamatan di Wonogiri. Puluhan ribu tanaman kopi dan cengkeh ditanam secara bersamaan di lahan warga dan hutan yang dikelola Perhutani. Namun, kopi yang awalnya menjadi primadona perlahan terkikis oleh tanaman cengkeh karena cukup rumitnya proses pasca panen dan harga jual yang dipandang kurang menguntungkan dibanding tanaman cengkeh.
Dalam kurun waktu sekitar 10 tahun terakhir, populasi tanaman cengkeh di Wonogiri mengalami penurunan dikarenakan serangan hama dan virus. Akibatnya, hampir 70% dari total populasi tanaman cengkeh di beberapa kecamatan menyusut karena mati. Selain berakibat kepada penurunan pendapatan petani, hal ini juga turut berdampak pada alam dengan menyusutnya jumlah tanaman keras di kecamatan-kecamatan sentra cengkeh seperti Girimarto, Jatiroto, Jatipurno, Tirtomoyo, Slogohimo, Karangtengah dan Bulukerto.
Matinya puluhan ribu pohon cengkeh ternyata berpengaruh ke banyak hal seperti perubahan iklim dimana suhu udara cenderung meningkat serta berkurangnya debit air pada mata air di wilayah sekitar. Hal ini cukup berimbas pada sektor pertanian dan perkebunan secara keseluruhan, termasuk juga bencana alam seperti tanah longsor dan banjir.
Berdasarkan pada analisis beberapa literatur sejarah komoditas kopi di Kabupaten Wonogiri sekaligus keyakinan untuk memulai program konservasi alam dan manusia, pada tahun 2018, Wonogirich beserta pegiat kopi lokal mengajak beberapa petani untuk ikut serta dalam usaha pemberdayaan serta re-branding kopi Wonogiri yaitu : Wonogiri Nduwe Kopi, Wonogiri Nandur Kopi, dan Wonogiri Nggone Kopi.
Kegiatan ini kami mulai dengan menumbuhkan motivasi petani di beberapa wilayah melalui kegiatan penanaman, studi banding dari komunitas kopi, dan beberapa kegiatan pendukung lainnya. Dalam hal ini, kopi kami pandang sebagai komoditas yang tidak hanya berpotensi menjadi komoditi dagang yang menjanjikan tetapi juga bagian dari konservasi alam dengan kemampuannya dalam mengikat tanah sehingga mampu turut serta dalam kegiatan preventif bencana.
Wonogiri Nduwe Kopi disusun berdasarkan pengalaman, penelitian serta adaptasi permasalahan yang langsung dihadapi secara langsung di lapangan. Tagline yang menarik, mudah diingat dan berbahasa lokal (Jawa) terbukti memudahkan petani menangkap maksud dan tujuan yang ingin diaplikasikan dalam branding kopi asli Wonogiri.
Kesinambungan program berikutnya, dimana penanaman kopi menjadi media untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan arti penting menanam pohon bagi perbaikan kondisi lingkungan juga menarik minat beberapa pihak untuk mendukung penanaman kopi setiap tahunnya di Wonogiri.
Dokumentasi yang tercatat rapi diiringi publikasi di berbagai platform media mampu menciptakan kehadiran secara digital (digital presence) dalam dunia internet, banyaknya berita tentang perjalanan industri kopi di Wonogiri membuat perkembangannya mudah ditemukan dan diakses oleh masyarakat. Konsumen juga diberi peran untuk terlibat dalam ikut memajukan industri kopi di Wonogiri, salah satunya melalui penanaman dan membeli produk kopi lokal Wonogiri.
Goal atau tujuan yang jelas yakni kembali menjadikan Wonogiri sebagai tempat yang dikenal sebagai penghasil kopi berkualitas memberi keyakinan kepada petani untuk mulai menanam kopi maupun merawat dengan benar tanaman kopi yang sudah ada. Semangat mulai muncul di beberapa daerah untuk ikut serta berbudidaya kopi. Beberapa petani yang sebelumnya sudah menanam kopi juga mulai terhubung dan terdata untuk kemudian kami adakan kunjungan serta pendampingan agar panen di tahun berikutnya sudah mampu memenuhi persyaratan untuk dipasarkan.
Wonogiri Nduwe Kopi tidak sekedar mengangkat nilai penjualan kopi dari Wonogirich namun bisa ikut memperkenalkan dan menaikkan mutu kopi Wonogiri secara keseluruhan.
Keunggulan Wonogirich
Makna filosofis dari nama Wonogirich adalah Wonogiri Rich (Kaya), sebuah wujud keyakinan akan potensi Wonogiri baik sumber daya alam mapun sumber daya manusia, Wonogirich kemudian berkembang menjadi akronim dari Wonogiri Coffee House. Nama yang sederhana dan sangat Wonogiri ini menjadi sarana branding yang ampuh untuk memperkenalkan kopi Wonogiri bahkan ke konsumen yang sebelumnya tidak mengenal kopi.
Memanfaatkan website dan sosial media, branding dari Wonogirich dalam mengangkat kopi Wonogiri mampu muncul di deret atas pencarian melalui search engine google meskipun harus bersaing secara ketat dengan portal berita serta situs jual beli. Keyword “Wonogirich” dan “Kopi Wonogiri” muncul dalam 10 daftar teratas dan peringkat kelima dalam pencarian SEO Kopi Wonogiri secara global.
Selain bertujuan untuk memperdagangkan kopi asli Wonogiri, Wonogirich juga berkeinginan untuk menumbuhkan hubungan personal masyarakat Wonogiri dengan daerah asalnya. Identitas Kabupaten Wonogiri yang awalnya hanya terkenal dengan mete dan kuliner bakso diharapkan secara perlahan bertambah sebagai daerah penghasil kopi berkualitas. Kedepannya, local pride semacam ini dapat terbentuk dimana masyarakat Wonogiri bisa menyebut dengan mantap bahwa Wonogiri Nduwe Kopi.
Nama | : | Yosep Bagus Adi Santoso |
Alamat | : | Jl. Nakula III No. 3 RT 02 RW 02, Wonokarto, Wonogiri |
No. Telepon | : | 0857-2525-3232 |