Desa Lipursari terletak di kecamatan Leksono, kabupaten Wonosobo. Berbatasan langsung dengan desa Selokromo, Krasak, Sawangan dan Kemiriombo. Sebagian besar masyarakat bermatapencaharian sebagai petani. Sisanya buruh bangunan, guru dan pedagang. Desa Lipursari terletak di ketinggian sekitar 562,9 mDPL. Walaupun tanah pertanian di lahan miring, struktur tanah di desa Lipursari termasuk subur. Memiliki curah hujan yang tinggi pada tahun 2021. Sebagian besar petani membudidayakan tanaman singkong, kapulogo, salak, dan palawija lainnya selain padi.
Makanan pokok masyarakat desa Lipursari sebelum tahun 1980 adalah singkong. Berkat kebijakan swasembada pangan dari pemerintah maka masyarakat pedesaan mengalami peningkatan kemakmuran sehingga perlahan singkong tergeserkan oleh padi. Saat itu singkong diolah menjadi leye dan sering dikonsumsi masyarakat hingga kini. Walaupun begitu, generasi muda yang ada di desa Lipursari secara pasti mulai meninggalkan leye. Sebagian besar sudah mengonsumsi nasi. Di sisi lain, harga singkong sebelum tahun 2008 berada di kisaran 200 hingga 500 per kilo nya.
Melihat hal ini, Siti Maryam terusik untuk menginovasi leye. Bagaimana leye dapat kembali disukai oleh generasi muda masyarakat desa Lipursari? Dapatkah leye menjadi jajanan yang disukai anak-anak? Keprihatinan ini semakin terasa ketika menemukan jajanan untuk anak-anak yang dijual di warung-warung desa sebagian besar tidak memperhatikan nilai gizi dan kesehatan anak. Anak-anak suka warna dan rasa yang terkesan enak dan menarik tapi bagaimana dengan gizinya?
Suatu ketika, muncul tiwul sebagai inspirasi makanan yang akan diinovasi. Saat itu yang namanya leye dibuat secara tradisional dengan resep tradisional. Maryam mendengar istilah tiwul digunakan masyarakat untuk menyebut leye yang ditambahi rasa gula Jawa. Mulailah dia mengujicoba tiwul dengan rasa yang berbeda dan tentu dengan warna yang menarik. Rasa pertama yang diujicoba yaitu pandan. Memilih rasa pandan karena daun pandan banyak dan mudah dibudidayakan. Hasil ujicoba pandan rasanya enak. Dapat menjadi alternatip jajanan yang mirip Putu Ayu. Warnanya juga hijau. Tapi bagaimana dengan tekstur tiwul? Masih kasar dan tidak tahan lama. Kembali diuji coba. Bahan baku singkong dibuat jadi tepung mocaf lalu ditambahi ubi atau tela. Ternyata tepat dan menemukan tiwul menjadi lembut serta dapat tahan lama. Untuk warna lainnya bagaimana? Kebetulan tetangga menawarkan telowungu. Walaupun hanya sedikit tapi tetangga bingung mau menjual telowungunya karena dia butuh uang. Kemudian telowungu ini kembali diujicoba. Kami berhasil menemukan tiwul dengan warna ungu bertekstur lembut dan memiliki rasa telowungu. Apakah sudah selesai? Belum. Masih banyak ujicoba untuk menemukan inovasi baru dari tiwul.
Sekitar setahun lebih baru kami berani memasarkan tiwul setelah kami mengetahui bahwa tiwul yang dikeringkan ternyata dapat bertahan lebih dari setahun. Kami memasarkan tiwul dalam kemasan. Tiwul instan dengan merk Mari. Banyak kendala yang kami hadapi namun kendala selalu kami ubah menjadi tantangan. Kami akan selalu menginovasi tiwul instan menjadi makanan berserat tinggi dengan tekstur lembut, mudah disajikan, menarik bagi anak-anak dan manula serta aman bagi konsumen yang bermasalah dengan insulin gula dalam darah.
Petani di desa Lipursari sering mengeluh dengan harga hasil panen yang tidak sesuai dengan biaya pembudidayaan tanaman dan pengolahan lahan. Hal ini juga berlaku dengan petani yang menanam singkong. Harga singkong di desa Lipursari pada tahun 2008 hanya pada kisaran 200/500 per kilo.
Dengan adanya usaha tiwul instan ini, kami dapat menyerap hasil pertanian. Harga singkong menjadi sesuai dan dapat meningkatkan pendapatan petani. Kami membeli singkong di petani dengan harga 1000/1500 bahkan pernah mencapai 2000 saat harga singkong baik. Tiwul instan merupakan salah satu olahan pangan berbahan baku singkong. Singkong yang dipetik, diolah, dikemas lalu dijual akan memiliki nilai lebih dibanding singkong yang langsung dijual ke pabrik. Tiwul instan kami juga memakai bahan baku umbi-umbian, gula jawa, buah dan sayur dari petani di desa Lipursari. Hingga tahun 2021, kami membeli bahan baku dari petani yang ada di desa Lipursari bahkan kami sudah membina 20 petani singkong yang khusus memasok hasil panennya ke kami.
Sejarah inovasi dan pengembangan produk tiwul menjadi tiwul instan. Awal mulanya di desa kami hanya ada tiwul yang tawar (baca: leye). Leye ini dijual dengan harga yang murah di pasar tradisional. Selain leye, masyarakat juga mengenal tiwul yang rasa gula jawa. Tiwul ini hanya dikonsumsi untuk harian keluarga saja. Masyarakat jarang menjualnya. Suatu saat pada tahun 2008 ada tetangga yang menawarkan leyenya kepada Siti Maryam lalu Maryam membelinya dengan harga pasaran saat itu. Ternyata leye tetangga ini bersih dan berbeda dengan leye lainnya. Tentu hal ini dari cara pembuatannya saja sudah berbeda. Tetangga tersebut menjemurnya di tengah lapangan yang jauh dari pepohonan dan menyerap matahari dengan baik. Dari hal tersebut, menginspirasi Siti Maryam untuk menginovasi leye. Bagaimana caranya leye ini disukai anak-anak? Ketika belanja di warung, Maryam melihat anak-anak cenderung memilih jajanan yang berwarna menarik dengan kemasan yang menarik juga. Anak-anak tidak terlalu memperhatikan nilai gizi. Harga pun murah. Hanya kisaran 1000/2000. Maryam tertarik untuk menginovasi tiwul menjadi tiwul instan. Saat itu tiwul yang sudah dimasak tidak dapat bertahan lama. Paling lama tiwul hanya bisa dipanasi ulang dalam waktu tiga hari. Itu pun kalo tiwul belum terkontaminasi dengan parutan kelapa. Bagaimana caranya tiwul bisa disajikan secara cepat, memiliki tekstur lembut dan bisa tahan lama? Itu yang ada dalam pikiran Maryam. Lalu maryam mencoba menyajikan tiwul kepada suaminya. Ternyata tiwul yang dibeli dari tetangga ini rasanya nikmat dan suami menjadi ketagihan. Sebenarnya Maryam punya trauma masa kecil terkait leye atau tiwul tawar ini. Saat pergi ke sekolah ibunya tidak memberi sangu untuk jajan tapi menyodorkan leye dalam kantong plastik. Leye tersebut dibawa oleh Maryam untuk dijual di warung yang ada di pinggir jalan yang akan dilewatinya. Dalam perjalanan menuju sekolah orang dari desa lain suka mem-bully-nya. Serasa leye itu makanan orang desa yang miskin.
Sekilas cerita masa lalu ternyata menjadi pemicu bagi dia untuk mengubah tiwul menjadi makanan yang disukai oleh siapa saja. Akhir tahun 2008 mulailah Maryam menginovasi tiwul. Bahan baku singkong dibelinya dari petani. Dia kaget. Harga singkong sekilonya hanya 200 rupiah. Padahal dia tahu petani tersebut untuk memanen singkong yang ditanamnya harus menunggu waktu minimal 9 bulan. Maryam bertanya-tanya kepada tetangga yang pernah menjual leye tentang proses pembuatannya. Kenyataannya tidak mudah membuat singkong menjadi leye. Memakan waktu lama hingga siap disajikan menjadi hidangan leye di atas meja. Tiwul pertama yang diinovasinya tiwul rasa telowungu. Kebetulan ada tetangga yang menawarkan telowungu. Tetangga hanya membudidayakan telowungu sedikit saja. Saat membuat tiwul rasa telowungu dia ingin tiwul berwarna ungu namun hasil akhir pembuatannya tiwul berwarna biru. Ada juga percobaan yang gagal. Campuran tepung mocaf dengan telowungu kurang sesuai sehingga hasil tidak memuaskan. Setelah berhasil membuat tiwul rasa telowungu lalu membuat lagi dengan rasa pandan pakai daun pandan. Tiwul rasa pandan menghasilkan tiwul rasa pandan dengan warna hijau muda. Rasanya enak menyerupai putu ayu. Walaupun sudah berhasil menemukan resep tiwul, Maryam belum berani menjual tiwulnya di pasar.
Setelah lebih dari setahun dan menguji daya tahan tiwul dalam kemasan dalam waktu setahun maka kami mulai memasarkan tiwul dalam kemasan dengan nama tiwul instan Mari. Hingga tahun 2021, sudah mencoba lebih dari 14 varian rasa. Ada 10 varian rasa tiwul yang populer di pasaran. Kami menjual tiwul instan cap Mari di toko oleh-oleh untuk wilayah kabupaten Wonosobo. Di luar Wonosobo, kami memasarkannya melalui sosial media dan ada beberapa sales marketing yang ikut menjual produk kami.
Pada awal pandemi virus C19 penjualan tiwul instan kami sempat mengalami penurunan omzet. Setelah mengaji ulang pasar, akhirnya kami lebih memfokuskan pasaran Tiwul instan kami secara online dengan marketplace. Kami membuka toko online di beberapa marketplace dengan nama toko "Rumah Tiwul". Tiwul instan kami yang terbaru yaitu tiwul instan rasa jahe yang disajikan dengan cara diseduh. Kami juga menjual produk kami secara offline di rest area Terminal type-A Mandala Wisata, baik yang kemasan maupun sudah siap makan.
1. Produk kami merupakan makanan sehat cepat saji, dapat dikonsumsi segala usia, bahan baku mudah didapat dan dapat dikonsumsi siapa saja.
2. Inovasi tiwul instan kami terletak pada kemasan, citarasa, warna, bentuk bulir dan cara penyajiannya. Ini yang membedakan tiwul instan kami dengan tiwul-tiwul lainnya.
Nama | : | Siti Maryam |
Alamat | : | Pasunten, 03/02, Lipursari, Leksono, Wonosobo |
No. Telepon | : | 081314943509 |