TIRWASTA: FILTER LIMBAH DENGAN BIOADSORBEN ECENG GONDOK SEBAGAI SOLUSI PENCEMARAN LIMBAH BATIK DI KOTA PEKALONGAN

Salah satu kota yang dikenal dengan batik sebagai ikonnya adalah kota Pekalongan. Pada tahun 2022, kota Pekalongan menjadi pemasok batik di berbagai wilayah di Indonesia menopang 70 persen produksi batik nasional. Namun, aktivitas produksi pada industri batik menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan karena menghasilkan limbah dari prosesnya. Maka dari itu, diperlukan sebuah solusi untuk masalah pencemaran limbah Batik di kota Pekalongan. Peneliti membuat alat filtrasi limbah batik dengan bahan bioadsorben dari Eceng gondok dan bahan pengendap berupa Tawas. Berdasarkan hasl pengujian dari uji pengoperasian secara langsung, hasil pengujian menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan sehingga mengindikasikan performa filtrasi Tirwasta dengan skenario filtrasi secara langsung belum mampu memfilter limbah dengan baik. Peneliti mencoba mendiamkan cairan limbah yang masih bersisa di dalam filter selama delapan jam dan mengaktifkan pompa air Tirwasta kembali. Hasil pengujian menunjukkan perbedaan yang signifikan sehingga mengindikasikan perlakuan pendiaman selama delapan jam berhasil meningkatkan efektivitas filtrasi. Berdasarkan semua pengujian yang ada, dapat disimpulkan bahwa diperlukan adanya pengembangan pada Tirwasta untuk meningkatkan efektivitas filtrasi. Pengembangan yang perlu dilakukan berupa peningkatan intensitas kontak cairan dengan Tawas untuk meningkatkan penggumpalan dan diperlukannya cacahan Eceng gondok yang lebih kecil untuk meningkatkan penyerapan dari Eceng gondok.

Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang memiliki nilai seni dan keistimewaan yang tinggi di mata masyarakat dan dunia. Pada tahun 2009, batik ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO (Widadi, 2019 ; Romadhon, 2017). Pada tahun yang sama pula, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009 yang berisi penetapan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional. Penetapan ini didasari oleh upaya perlindungan dan pengembangan batik Indonesia. Dikarenakan keunikan dan keindahannya, batik menjadi salah satu penarik minat pasar (Ferdiansyah & Abadi, 2023). Salah satu kota yang dikenal dengan batik sebagai ikonnya adalah kota Pekalongan (Ragil et al, 2023). Sejak 2002, batik ditetapkan menjadi produk unggulan kota Pekalongan melalui Keputusan Walikota No. 530/216 tahun 2002 (Bappeda Kota Pekalongan, 2013). Menurut pemerintah kota Pekalongan (2022), kota Pekalongan menjadi pemasok batik di berbagai wilayah di Indonesia menopang 70 persen produksi batik nasional. Intensitas produksi batik yang tinggi di kota Pekalongan memiliki kontribusi signifikan pada perekonomian kota Pekalongan. Hal ini dapat dilihat dari sektor lapangan usaha industri pengolahan yang memberi kontribusi sebesar 20,44 persen pada Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB kota Pekalongan pada tahun 2023 (BPS Kota Pekalongan, 2024). Data-data ini menunjukkan bahwa aktivitas produksi batik memiliki peranan yang sangat penting pada perekonomian kota Pekalongan.

Namun, aktivitas produksi pada industri batik menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan karena menghasilkan limbah dari prosesnya (Apriyani, 2018). Pada tahun 2019, sebanyak 49 persen dari limbah batik di kota Pekalongan dibuang ke sungai setiap harinya (Regina, 2019). Limbah cair dari industri batik mengandung suspended solid seperti Fosfat (PO?³?), Kalsium Nitrit (Ca(NO2)2), dan Kalium (K), serta mengandung logam berat terlarut seperti Timbal (Pb) dan Kromium (Cr) (Elango & Govindasamy, 2018; Hapsari et al, 2018; Setiyono & Gustaman, 2017). Kandungan pada limbah batik dapat menyebabkan berbagai masalah bagi lingkungan dan manusia. Suspended solid pada limbah batik mengandung unsur Nitrogen (N) dan Fosfor (P) yang dapat menyebabkan eutrofikasi pada sungai (Yusal et al, 2025). Eutrofikasi dapat menyebabkan menurunnya kualitas air, menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air, dan terbentuknya gas beracun seperti NH3 dan H2S yang membuat kehidupan akuatik tidak bisa bertahan hidup (Garno, 2012). Kandungan logam berat pada limbah batik merupakan kandungan yang berbahaya bagi kesehatan. Timbal (Pb) dapat menyebabkan kerusakan ginjal, perlambatan pertumbuhan bagi usia muda, hingga kematian (Suherni, 2010). Sedangkan Kromium (Cr) dapat menyebabkan iritasi hidung dan paru, iritasi mata, dan iritasi kulit (Zarkasi et al, 2018).

Maka dari itu, diperlukan sebuah solusi untuk masalah pencemaran limbah batik di kota Pekalongan. Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi pencemaran limbah batik adalah dengan melakukan filtrasi terhadap limbah batik. Salah satu tanaman yang mudah ditemukan di kota Pekalongan dan memiliki daya serap tinggi adalah Eceng gondok. Menurut Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran, Kerusakan Lingkungan, dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Dinas Lingkungan Hidup Kota Pekalongan, Adi Usnan (Wawancara, 2025), tanaman Eceng gondok merupakan tanaman yang populasinya sangat banyak di kota Pekalongan. Eceng gondok tersebar di hampir setiap sungai di Pekalongan, yaitu di Bedung Gerak–Bendungan Kertoharjo, Loji–Hayam Wuruk, Bremi, dan Sapuro. Banyaknya Eceng gondok di kota Pekalongan merupakan imbas dari tercemarnya sebagian besar sungai di kota Pekalongan oleh limbah batik yang mengandung unsur Nitrogen dan Fosfor. Pertambahan populasi Eceng gondok di kota Pekalongan mulai terlihat signifikan sekitar tahun 2020 dan mencapai populasi terbanyak pada tahun 2024. Membludaknya populasi Eceng gondok di kota Pekalongan memberikan efek negatif bagi masyarakat. Banyaknya Eceng gondok menyebabkan aliran sungai tersumbat yang akhirnya berakibat kepada adanya wabah penyakit di sekitar sungai. Hal ini membuat Eceng gondok dicap sebagai tanaman gulma yang overpopulasi sehingga sangat bisa untuk diambil. Selain mudah didapatkan, Eceng gondok juga memiliki daya serap yang tinggi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim dkk. (2012), Eceng gondok yang diberi treatment berupa pengeringan memiliki daya serap terhadap Timbal (Pb) sebesar 90 persen dan terhadap Kadmium (Cd) sebesar 75 persen. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Mahamadi dan Nharingo (2010), Eceng gondok diolah menjadi biomassa dan menghasilkan biomassa dengan daya serap sebesar 26,32 mg/g untuk Timbal (Pb), 12,60 mg/g untuk Kadmium (Cd), dan 12,55 mg/g untuk Seng (Zn) pada skenario batch equilibrium dengan media rotary shaker. Hal ini membuat Eceng gondok menjadi tanaman yang berpotensi untuk digunakan sebagai agen absorban pada filtrasi limbah batik di kota Pekalongan.

Selain itu, Peneliti menemukan bahan yang dapat disandingkan dengan Eceng gondok dalam filtrasi limbah batik, yakni tawas. Tawas merupakan bahan dengan sifat koagulan atau penggumpal sehingga dapat mengikat zat-zat yang tersuspensi dalam air. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2011), tawas yang diterapkan pada air limbah dapat menurunkan cakupan Total Suspended Solid (TSS) yang awalnya 618 mg/L hingga 170 mg/L menjadi 60 mg/L sampai 40 mg/L. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Widyaningsih (2023), penerapan Tawas pada limbah cair laundry dapat menurunkan kadar Fosfat yang awalnya 2,328 mg/L menjadi 0,945 mg/L dan menurunkan TSS dari yang awalnya 600 mg/L menjadi 346 mg/L.

Berdasarkan permasalahan yang ada terkait pencemaran limbah batik di kota Pekalongan, adanya potensi absorbsi pada Eceng gondok yang menjadi tanaman gulma di kota Pekalongan, dan kemampuan tawas sebagai koagulan, Peneliti melakukan penelitian mengenai pembuatan “TIRWASTA: FILTER LIMBAH DENGAN BIOADSORBEN ECENG GONDOK SEBAGAI SOLUSI PENCEMARAN LIMBAH BATIK DI KOTA PEKALONGAN”.

Filter ini memanfaatkan tanaman eceng gondok dan tawas yang mana merupakan bahan yang terbukti memiliki kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam filtrasi. Eceng gondok merupakan tanaman gulma yang sangat mudah ditemukan di sungai-sungai Pekalongan, sedangkan tawas merupakan bahan yang mudah ditemukan dan relatif murah. Dibandingkan dengan Instrumen Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang harga pembuatannya mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah, Tirwasta unggul secara harga pembuatannya yang berada pada kisaran 500 ribu rupiah. Oleh sebab itu, filter ini bisa dibilang murah, ramah lingkungan, dan dapat dibuat secara mandiri oleh masyarakat atau pelaku UKM tanpa memerlukan fasilitas industri berskala besar.

Nama : FARHAN ADIWITYA
Alamat : Jalan H. Mochamad Chaeron, Banyurip, Kec. Pekalongan Sel., Kota Pekalongan, Jawa Tengah
No. Telepon : 085741724913