BISTI (Biskuit Hati) Solusi Booster Cookies Pencegah Stunting

Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak
(pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama.
Di Wonosobo, berdasarkan sistem elektronik pencatatan dan pelaporan gizi
berbasis masyarakat (e-PPGBM) pada tahun 2023, prevalensi balita stunting
masih sebesar 17,12%. Stunting bisa disebabkan oleh banyak faktor antara
lain, salah satunya GTM (Gerakan Tutup Mulut).
Untuk pencegahan stunting pemerintah mencanangkan satu hari satu
telur. Namun telur tidak mengandung zat besi. Zat ini sering disepelekan
apalagi terhadap orang tua yang tidak memiliki kesadaran gizi. Berdasarkan
Riset Kesehatan Nasional tahun 2018, kejadian anemia pada remaja sebesar
32%, artinya 3-4 dari 10 remaja menderita anemia. Kurangnya zat besi yang
menyebabkan anemia pada anak-anak akan menurunkan hormon gastrin
sehingga menurunkan nafsu makan. Sehingga secara tidak langsung ada
keterkaitan antara kebutuhan zat besi, protein, dan angka stunting.
Saat ini, remaja juga perlu mengambil peran dalam pencegahan
Stunting. Kekurangan gizi yang terjadi pada balita/anak. Remaja perlu belajar
dan menerapkan bagaimana pola hidup sehat termasuk konsumsi makanan
sehat. Oleh karena itu, sebagai remaja yang peduli terhadap pencegahan
stunting kami tim menemukan sebuah solusi dan inovasi makanan pencegah
stunting dengan judul “BISTI (Biskuit Hati Ayam)”.
Biskuit hati ayam hadir untuk mengurangi makanan cepat saji yang
rendah nutrisi. Biskuit pada umumnya terbuat dari tepung yang mengandung
gluten dan terasa manis, namun bisti terbuat dari tepung bebas gluten, tidak
menggunakan gula, ada penambahan hati ayam dan keju, sehingga selain
sehat dan aman dikonsumsi, bisti juga memiliki kandungan gizi yang tinggi.

Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak
(pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama.
Sehingga tinggi anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki
keterlambatan dalam berpikir. Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi

sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak yaitu 1000 Hari
Pertama Kelahiran. Laporan Survei Status Gizi Indonesia tahun 2022
menunjukkan bahwa prevalensi Stunting di Indonesia mengalami penurunan
menjadi 21,6% dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 24,4% (Kemenkes RI,
2023). Namun, angka tersebut masih di atas ambang batas yang ditetapkan
oleh WHO yaitu sebesar 20%. Di Wonosobo, berdasarkan sistem elektronik
pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM) pada tahun
2023, prevalensi balita stunting masih sebesar 17,12%.
Stunting memberikan dampak jangka panjang dan jangka pendek,
dampak jangka pendek yang akan didapat seperti mudah terkena penyakit
infeksi, serta gangguan perkembangan kognitif, motorik dan verbal. Dampak
jangka panjang seperti postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa,
meningkatkan risiko obesitas dan mengidap Penyakit Tidak Menular (PTM)
seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes, kanker, serta kesehatan
reproduksi yang menurun (Dinkes, 2023).
Stunting bisa disebabkan oleh banyak faktor antara lain, pola asuh yang
salah, rendahnya akses terhadap makanan bergizi, dan berat badan yang tidak
naik secara terus menerus. Selain itu, para orang tua juga terkadang
mengalami kesulitan dalam pola asuh terutama ketika para anak mengalami
GTM (Gerakan Tutup Mulut). Padahal Gerakan Tutup Mulut bisa disebabkan
banyak hal selain karena penyakit/sakit juga bisa disebabkan karena kurangnya
stimulasi oromotor.
Untuk pencegahan stunting pemerintah mencanangkan satu hari satu
telur. Namun telur tidak mengandung zat besi. Zat ini sering disepelekan
apalagi terhadap orang tua yang tidak memiliki kesadaran gizi. Berdasarkan
Riset Kesehatan Nasional tahun 2018, kejadian anemia pada remaja sebesar
32%, artinya 3-4 dari 10 remaja menderita anemia. Kurangnya zat besi yang
menyebabkan anemia pada anak-anak akan menurunkan hormon gastrin
sehingga menurunkan nafsu makan. Sehingga secara tidak langsung ada
keterkaitan antara kebutuhan zat besi, protein, dan angka stunting.
Salah satu bahan makanan berpotein tinggi di kalangan masyarakat
menengah ke bawah yang murah dan kaya zat besi adalah hati ayam.

Kandungan protein hati ayam sebesar 16,92 gram/100 gram (Kemenkes,
2017). Namun sayangnya, tekstrur, rasa, warna dari hati ayam tidak begitu
disukai oleh anak kecil. Apalagi pada anak yang sedang proses belajar makan.
Untuk itu dibutuhkan suatu inovasi pengolahan hati ayam yang menarik tanpa
mengurangi kandungan gizi berupa protein dan zat besi.
Saat ini, remaja juga perlu mengambil peran dalam pencegahan
Stunting. Kekurangan gizi yang terjadi pada balita/anak Stunting tidak hanya
karena kekurangan gizi pada ibu saat masa kehamilan, tetapi siklus tersebut
juga sudah dimulai dari masa remaja. Remaja perlu belajar dan menerapkan
bagaimana pola hidup sehat termasuk konsumsi makanan sehat. Oleh karena
itu, sebagai remaja yang peduli terhadap pencegahan stunting kami tim
menemukan sebuah solusi dan inovasi makanan pencegah stunting dengan
judul “BISTI (Biskuit Hati Ayam)”.
Kebiasaan-kebiasan remaja masa kini seperti diet ketat, melewatkan
waktu makan tertentu, malas untuk olahraga, merokok, mengkonsumsi
makanan cepat saji dan rendah nutrisi, akan berpengaruh terhadap kesehatan
(Maleke et al., 2015). Biskuit hati ayam hadir untuk mengurangi makanan cepat
saji yang rendah nutrisi. Biskuit pada umumnya terbuat dari tepung yang
mengandung gluten dan terasa manis, namun bisti terbuat dari tepung bebas
gluten, tidak menggunakan gula, ada penambahan hati ayam dan keju,
sehingga selain sehat dan aman dikonsumsi, bisti juga memiliki kandungan gizi
yang tinggi.

Biskuit hati ayam merupakan biskuit berbahan dasar tepung bebas
gluten dan hati ayam dengan tambahan keju tanpa campuran pengawet dan
pemanis buatan dengan keunggulan sebagai berikut:
1. Kandungan gizi
Biskuit hati ayam mengandung protein, zat besi, karbohidrat, kalsium,
lemak, vitamin, serta kaya akan serat yang mampu mencegah anemia,
stunting, diabetes, dan masalah pencernaan. Biskuit hati ayam aman
dikonsumsi pada semua kalangan usia karena tidak menggunakan gula dan
bebas gluten (gluten free).
2. Cita rasa
Biskuit hati ayam memiliki rasa gurih dan khas, teksturnya padat dan
renyah seperti biskuit pada umumnya dan berwarna kecoklatan
3. Bentuk

Biskuit hati ayam memiliki bentuk hati yang dapat melatih motorik halus
pada anak usia 9-12 bulan.
4. Harga
Harga 1 stoples (200 gram) biskuit hati ayam sangat terjangkau karena
bahan-bahan yang digunakan adalah bahan lokal dan mudah didapatkan.
5. Daya simpan
Biskuit hati ayam ini memiliki daya simpan selama 3 bulan dalam suhu
ruang dan kedap udara.

Perbedaan dari biskuit sebelumnya adalah dari komposisi bahan yang
digunakan untuk membuat biskuit. Umumnya biskuit dibuat dengan tepung
dengan kandungan gluten dan gula. Namun produk biskuit hati ayam ini
mengganti bahan bakunya menggunakan tepung bebas gluten yang kaya akan
serat, tanpa gula, penambahan hati ayam serta keju sehingga kandungan
gizinya lebih baik dan lebih aman dikonsumsi semua kalangan.

Nama : Fatma Ainie dan Rivetta Astri Novitasari
Alamat : Jalan KH. Asy'ari No. 29, Kalibeber, Mojotengah, Wonosobo, Jawa Tengah 56351
No. Telepon : +62 823-2349-6136