MIE UWI UNGU (Dioscorea alata L) TINGGI PROTEIN DAN SERAT

Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu yang berasal dari impor menjadi tantangan dalam kemandirian pangan nasional. Produk mie instan sebagai makanan cepat saji berbasis terigu memiliki konsumsi tinggi di Indonesia, namun kandungan seratnya rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan inovasi berbasis pangan lokal. Uwi ungu (Dioscorea alata L), sebagai salah satu bahan pangan lokal dengan kandungan karbohidrat, protein, dan serat yang tinggi, berpotensi dikembangkan sebagai alternatif tepung dalam pembuatan mie sehat. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan dan menguji mutu mie kering berbahan dasar  uwi ungu dengan tingkat substitusi berbeda terhadap tepung terigu. Dua formulasi dibuat yaitu: Formula 1 (60% uwi ungu : 40% tepung terigu) dan Formula 2 (50% uwi ungu : 50% tepung terigu). Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dan uji organoleptik dengan panelis dari kalangan mahasiswa untuk menilai rasa, warna, aroma, dan tekstur. Selain itu, dilakukan analisis kandungan gizi pada setiap formula. Hasil formulasi menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar  uwi ungu, semakin tinggi pula kandungan protein dan serat dalam produk akhir. Formula 1 menghasilkan kandungan serat tertinggi sebesar 1,18  gram per 70 gram mie, serta protein sebesar 10,27gram. Mie uwi ungu juga memiliki tampilan menarik berkat kandungan antosianin alaminya, sehingga meningkatkan daya tarik konsumen. Dengan karakteristik gizi yang unggul dan pemanfaatan bahan lokal, mie uwi ungu berpotensi sebagai alternatif pangan fungsional yang mendukung diversifikasi pangan dan ketahanan pangan nasional. Produk ini juga memiliki prospek bisnis menjanjikan karena menargetkan pasar makanan sehat dengan harga terjangkau dan kandungan nutrisi lebih tinggi.

Penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data BPS tahun 2023, pada tahun 2020 penduduk Indonesia tercatat 270,20 juta jiwa. Angkanya meningkat menjadi 272,68 juta jiwa pada tahun 2021 dan menjadi 275,77 juta jiwa pada tahun 2022. Bersamaan dengan ini juga terjadi pergeseran pola konsumsi makanan masyarakat ke arah makanan yang bersifat praktis, yaitu makanan-makanan instan. Hal terkait dengan tingginya permintaan pangan yang sebagian besar berbahan baku terigu. Terigu berbahan dasar biji gandum merupakan bahan pangan yang tidak bisa di produksi oleh negara Indonesia, sehingga dalam pemenuhannya harus dilakukan impor (PATPI, 2020).

Penduduk Indonesia masih tergantung pada terigu terutama untuk pembuatan mie dan roti-rotian. Data World Instan Noodles Association (WINA) menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara yang menduduki peringkat ke-2 di dunia di bawah China dalam konsumsi mie instan (PATPI, 2020). Data tahun 2023 menunjukkan rata-rata konsumsi terigu perkapita seminggu penduduk Indoesia pada tahun 2019 dan 2020 berturut-turut adalah 0,045 satuan komoditas dan 0,043 satuan komoditas, terjadi kenaikan pada tahun 2021 dan 2022 berturut-turut adalah 0,050 satuan komoditas dan 0,047 satuan komoditas. Sedangkan jumlah impor biji gandum sebagai bahan utama terigu dari berbagai negara pada tahun 2021, 2022, dan 2023 berturut turut adalah 11,17 ton; 9,35 ton; dan 10,58 ton.

Pola konsumsi masyarakat  yang menggandrungi mie instan berkaitan dengan tingginya permintaan terigu. Hal ini menjadi permasalahan sendiri dalam penyediaan pangan di Indonesia. Diperlukan upaya yang intensif untuk pengembangan produk mie berbahan  pangan lokal sebagai alternatif cara mengatasi permasalahan tersebut (PATPI, 2020).

Mie merupakan salah satu makanan yang saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Mie memiliki cara penyajian yang instan dan praktis, mempunyai harga yang terjangkau, serta mudah didapatkan di berbagai tempat baik di toko, pasar tradisional hingga pasar swalayan (Herdin, 2021). Mie merupakan makanan alternatif pengganti beras yang banyak di konsumsi masyarakat. Mie menjadi populer di kalangan masyarakat karena harganya yang murah dan cara pengolahan sekaligus penyajiannya yang sederhana. Mie banyak mengandung karbohidrat yang banyak menyumbang energi pada tubuh sehingga mie dapat dijadikan sebagai makanan pengganti nasi (Irianti, Kristanto, and Antariksawati, 2021).

Ada dua jenis mie berdasarkan karakteristik produk yaitu mie basah dan mie kering. Mie kering merupakan salah satu produk yang tidak asing dan banyak digemari oleh masyarakat sebagai bahan pangan utama ataupun bahan pangan pelengkap. Mie kering adalah mie mentah yag telah dikerigkan hingga kadar airnya < 10% sehingga menjadi sumber karbohidrat yang awet dan tidak mudah busuk. Bahan utama penyusun mie kering yaitu tepung terigu. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia dicukupi dengan cara impor. Impor gandum Indonesia sangat besar yaitu mencapai 4,5-5 juta ton/tahun. Oleh karena itu, perlu perhatian yang lebih besar untuk mengurangi penggunaan tepung terigu dengan memanfaatkan komoditas pangan lokal (Revy Septa Yolanda, hal. 2018).

Berdasarkan (TKPI, 2017), kandungan gizi mie kering per 100 gram mengandung energi 339 kkal, protein 10,0 gram, lemak 1,7 gram, karbohidrat 6,3 gram dan serat 0,4 gram. Dari kandungan tersebut menunjukkan bahwa kandungan serat pada mie kering cukup rendah, selain itu mie yang berbahan baku tepung terigu memiliki kandungan serat yang kurang sehingga cepat dicerna dalam tubuh, maka dari itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan nilai gizi pada mie yaitu dengan cara menambahkan bahan pangan lokal dengan harga yang lebih murah, dengan memanfaatkan pangan lokal uwi ungu (Dioscorea alata L) menjadi produk pangan fungsional (Suharman, 2020).

Uwi ungu (Dioscorea alata L) merupakan pangan lokal yang prospektif dan dapat digunakan sebagai sumber pangan fungsional. Disamping mengandung karbohidrat yang tinggi, uwi ungu juga mengandung protein dan serat yang tinggi, serta mengandung vitamin C yang layak digunakan sebagai sumber mineral yang baik (Lestari, Mas’ud and Rauf, 2019). Kandungan dalam uwi ungu, antara lain 20-30% karbohidrat, protein 2-4%, dan lemak 0,2- 0,6% (Tamaroh, 2020). Kandungan serat yang terdapat pada uwi ungu yaitu serat makanan total sekitar 6,9% dalam 100 gram uwi ungu sedangkan saat dijadikan tepung kandungan serat tepung uwi ungu sekitar 4,1% dalam 100 gram tepung uwi ungu, jika dikonsumsi sangat baik untuk dijadikan pilihan makanan yang sehat, proses pengurangan berat badan, dapat menjaga dan meningkatkan fungsi saluran cerna, serta dapat menjaga kesehatan tubuh terutama dalam upaya menghindari penyakit degeneratif (Citra Dewi Ayu Lestari, 2019). Uwi ungu termasuk jenis pangan yang pemanfaatan uwi ungu oleh masyarakat masih tradisional. Biasanya masyarakat hanya mengolahnya dengan merebus, mengoreng, membakar atau dibuat olahan keripik. Sehingga perlu adanya inovasi dalam pemanfaatan uwi ungu. (Aidah Maryuniati, 2023).

Budidaya tanaman uwi ungu cukup mudah dan tidak memerlukan perawatan khusus. Uwi ungu dapat ditaman dengan cara tumpang sari, ataupun monokultur. Bibit dapat diperoleh dari biji dan umbi uwi yang berada di tanah. Uwi dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan, salah satunya adalah menjadi bahan setengah jadi, yaitu tepung uwi. Pemanfaatan tepung uwi berpotensi sebagai bahan utama maupun substitusi berbagai macam olahan makanan (Hapsari, 2014).

Uwi ungu merupakan salah satu potensi lokal di Jawa Tengah dengan pengembangbiakan yang mudah dan hasil yang melimpah (Hapsari, 2014). Uwi ungu memiliki nilai ekonomi yang tinggi, namun pemanfaatan uwi ungu di masyarakat baru sebatas sebagai kudapan dengan pengolahan direbus atau digoreng saja. Uwi ungu belum dilirik pemanfaatannya sebagai bahan makanan pokok. Bahan makanan pokok masyarakat di Indonesia masih didominasi oleh padi-padian dan terigu yang di konsumsi dalam bentuk mie instan (PATPI, 2020).

Bila dibandingkan dengan penemuan tahun lalu bahan dari mie instan seperti mie eko yang terbuat dari tepung terigu, minyak sayur, garam, pengental nabati, pengatur keasaman, dan pewarna mie uwi ungu merupakan mie yang lebih sehat karena dalam penggunaan tepung terigu lebih sedikit dan kandungan gluten mie uwi ungu lebih rendah tetapi mengandung protein dan serat lebih tinggi. Mie uwi ungu mengandung serat yang tinggi dan mengandung zat bioaktif berupa antesianin yang memberikan warna ungu, sehingga mie uwi ungu terlihat lebih menarik. Uwi ungu biasannya hannya diolah secara sederhana seperti dikukus, direbus, maupun digoreng. Dengan ini dibuatlah produk dari ubi uwi ungu dalam bentuk mie instan sehingga dengan adanya produk mie uwi ungu dapat mengangkat nilai ekonomi. Mie uwi ungu juga dapat di gunakan sebagai MP-ASI untuk mencegah bayi mengalami stunting.

100 gram uwi / 15 gram tepung uwi

Energi

Protein

Lemak

Karbohidrat

122 Kkal /

805,2 Kkal

2,8 gram/18,48 gram

0,5 gram/3,3 gram

82,3 gram/543,18 gram

Tepung terigu / 100 gram

Energi

Protein

Lemak

Karbohidrat

333 Kkal

9 gram

1 gram

77,2 gram

Telur ayam ras / 100 gram

Energi

Protein

Lemak

Karbohidrat

154 Kkal

12,4 gram

10,8 gram

0,7 gram

 

Kandungan Gizi Mie / 70 gram

Formulasi 1

Tp. Uwi 60%

Tp. Terigu 40%

Dengan Total serat  1,18 gram

 

Energi

Protein

Lemak

Karbohidrat

Tp. Uwi

225,45

5,17

0,9

152,1

Tp. Terigu

92,66

2,5

0,28

21,5

Telur

32,34

2,6

2,26

0,14

Total

350,45

10,27

3,44

173,74

Formulasi 2

Tp. Uwi 50% : Tp. Terigu 50%

Dengan Total serat 0,725 gram

Tp. Uwi

201,3

4,62

0,41

135,8

Tp. Terigu

83,25

2,25

0,25

19,3

Telur

26,95

2,17

1,89

0,12

Total

311,5

9,04

2,55

155,22

 

Nama : NOPITA WIDAYANTI
Alamat : Krajan Timur, Pringapus, Kabupaten Semarang
No. Telepon : 085700182884