Abstrak
Batik merupakan tekstil khas Indonesia warisan leluhur dan menjadi identitas bangsa. Batik juga telah diperkenalkan di dunia fashion hingga mancanegara. Hal tersebut menyebabkan peningkatan minat dan permintaan batik pada beberapa indutri batik. Peningkatan jumlah permintaan batik ini juga memiliki dampak yang tidak baik bagi lingkungan. Hal ini dikarenakan pewarna batik menghasilkan limbah yang dapat menaikkah kadar BOD, COD, dan kromium yang mencemari lingkungan. Lasem merupakan salah satu sentra industri batik rumahan yang proses produksinya sudah mulai beralih menggunakan pewarna sintetis yang dapat menghasilkan limbah cair dengan jumlah yang banyak dan dibuang ke lingkungan sekitar tanpa proses pengolahan. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme pengolahan limbah cair batik yang mampu memisahkan bahan berbahaya pada limbah batik dengan efisien, ramah lingkungan , serta ekonomis untuk industri. Peneliti mengembangkan alat pengolahan limbah cair batik “LAFIBIOL” yang menerapkan metode filtrasi menggunakan bahan-bahan sekitar seperti kerikil, pasir, arang aktif serta olahan limbah sisik ikan. Selanjutnya untuk meningkatkan efisiensi metode filtrasi alat dilengkapi dengan metode bioremediasi menggunakan bakteri Pseudomonas aureginosa untuk menguraikan zat pewarna dan disempurnakan dengan metode elektrolisis guna mengatasi logam berat yang terdapat pada limbah. Hasil pengolahan limbah menggunakan alat LAFIBIOL mampu menurunkan kadar kromium sebesar 65%, tingkat kekeruhan sebesar 100% dan pH menjadi 6,6 yang sesuai dengan baku mutu yaitu pH 6 - 9. Air hasil pengolahan lafibiol terbukti aman untuk biota air yaitu ikan karena mampu bertahan dengan baik.
Kata Kunci : Limbah Batik, Filtrasi, Limbah Sisik Ikan, Bioremediasi, Elektrolisis
A. Latar Belakang
Batik merupakan tekstil khas Indonesia warisan leluhur dan menjadi identitas bangsa. Bahan tekstil digunakan untuk memproduksi busana dan pelengkap busana yang digunakan sehari-hari. Batik merupakan warisan leluhur berupa kerajinan yang mempunyai nilai seni tinggi hingga menghasilkan corak dan ragam batik yang bervariasi. Batik menjadi lebih terkenal dan lebih membudaya setelah diakui Unesco pada tahun 2009 yang menetapkan batik sebagai warisan kemanusiaan, dan ditetapkan Hari Batik Nasional setiap tanggal 2 Oktober. Keberagaman tersebut dapat dilihat dari seragam sekolah hingga instansi pemerintah menetapkan untuk berbusana batik. Batik juga telah diperkenalkan di dunia fashion hingga mancanegara. Hal tersebut menyebabkan peningkatan minat dan permintaan batik pada beberapa indutri batik. Peningkatan jumlah permintaan batik ini juga memiliki dampak yang tidak baik bagi lingkungan. Hal ini dikarenakan pada proses pewarnaan kain batik banyak menggunakan pewarna sintesis yang lebih mudah didapatkan.
Limbah batik berasal dari limbah cair yang dihasilkan dari zat warna sisa proses pewarnaan kain, proses pencucian, dan proses pembilasan kain batik. Salah satu indikator pencemaran air adalah warna. Limbah cair batik berpotensi mengandung senyawa organik dan logam berat. Limbah cair yang dibuang ke lingkungan akan terserap ke tanah dan menyumbat pori-pori tanah, dapat mengalir ke sungai atau pantai, sehingga dapat menyebabkan perubahan karakteristik fisika-kimia ekosistem perairan (Senthilkumar, 2014). Pembuangan limbah cair batik berwarna tidak hanya merusak estetika perairan tetapi juga meracuni biota air. Selain itu, kepekatan warnanya menghalangi sinar matahari masuk kedalam air sehingga menghambat proses fotosintesis air yang menyebabkan berkurangnya oksigen yang dihasilkan untuk biota air (Sianita, 2003).
Lasem merupakan salah satu sentra industri batik rumahan yang proses produksinya sudah mulai beralih menggunakan pewarna sintetis tanpa diimbangi dengan adanya fasilitas pengolahan limbah tersebut. Batik Tulis Lasem terkenal dengan motif akulturasi antara dua jenis etnis budaya, motifnya merupakan perpaduan antara Jawa dan Tionghoa. Selain itu, Kampung Batik Lasem ini memiliki nilai sejarah dan budaya yang masih kuat dan perlu dilestarikan (Meriastuti, 2018). Industri batik di Lasem ini banyak berupa UMKM berskala rumah tangga. Berdasarkan data Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Rembang sebanyak 103 unit pelaku usaha batik tulis Lasem. Pada umumnya, industri batik skala rumah tangga dapat menghasilkan limbah cair dengan jumlah yang banyak dan dibuang ke lingkungan sekitar tanpa proses pengolahan. Para pemiliki industri batik skala rumah tangga telah mendapatkan pelatihan mengenai pengolahan limbah dan pembuatan IPAL. Namun, proses pembuatan alat dan pengolahan limbah cukup mahal dan memerlukan dana yang cukup banyak. Saat kami melakukan observasi, sebagian besar UMKM dapat menghasilkan 50 L – 100 L limbah cair batik setiap harinya. Alat Aerator pengolah limbah yang dijual dipasaran mencapai minimal Rp. 35.000.000,00 untuk mengolah limbah secara fisikanya saja. Sedangkan logam berat didalamnya masih belum diolah dengan benar. Maka, para wirausahawan memerlukan dana yang besar untuk mengolah limbah yang dihasilkan.
Alat pengolahan limbah cair batik dengan harga yang lebih murah menjadi solusi yang ditunggu oleh para pemilik usaha batik tulis. “LAFIBIOL” sebagai alat pengolahan limbah batik sederhana dan ekonomis dapat menjadi salah satu solusi untuk membantu industri batik tulis rumahan megolah limbah cair batik yang dihasilkan. Harapan inovasi ini dapat membantu mengolah limbah cair batik di Lasem dengan harga ekonomis namun memiliki hasil yang kualitas limbah yang memenuhi standar untuk dibuang di lingkungan. Inovasi ini menggunakan metode filtrasi, bioremediasi, dan elektrolisis. Proses filtrasi pada alat ini menggunakan limbah sisik ikan sebagai salah satu media filter. Rembang sebagai daerah pesisir memiliki jumlah limbah sisik ikan yang berlimpah dan hanya akan menjadi limbah yang memiliki bau tidak sedap jika dibiarkan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan nilai limbah sisik ikan dapat digunakan sebagai salah satu media filter pada proses filtrasi. Proses selanjutnya adalah bioremediasi menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa untuk proses penguraian bahan pewarna pada limbah batik. Proses terakhir adalah elektrolisis yang berfungsi untuk mengendapkan logam-logam berat yang terdapat pada limbah agar air yang dihasilkan aman untuk lingkungan.
Pengembangan alat inovasi ini mengacu pada penelitian Kyla Amalia Gala mengenai Bioremediasi Limbah Cair Batik yang dapat menurunkan kadar BOD dan COD hingga 89%. Namun alat ini diberikan pengembangan lebih lanjut menggunakan elektrolisis untuk mengendapkan logam berat yang terdapat pada limbah batik. Berdasarkan uraian tersebut, maka kami tertarik dengan inovasi ini yang berjudul “ALAT PENGOLAHAN AIR LIMBAH BATIK DENGAN KOMBINASI METODE FILTRASI – BIOREMEDIASI DAN ELEKTROLISIS ( “LAFIBIOL”)”.
D. Keunggulan dan Perbedaan Inovasi
1. Penggunaan Limbah Sisik Ikan sebagai Salah Satu Media Filter
Penelitian ini memberikan kontribusi pada inovasi produk pengolahan limbah cair batik yang dihasilkan industri rumahan dengan memanfaatkan limbah sisik ikan sebagai salah satu bahan filter pada proses filtrasi. Hal ini menjadi aspek penting untuk meningkatkan nilai dari limbah sisik ikan yang dapat dimanfaatkan sebagai media pengolahan limbah cair batik. Sistem pengolah limbah batik perlu dirancang untuk menurunkan kadar COD, BOD, dan logam berat Cr(IV) sampai dibawah baku mutu yang ditentukan serta memiliki keungulan secara ekonomi dibandingkan teknologi yang telah ada. Dengan teknologi yang lebih ekonomis, para wirausahawan batik dapat mengolah limbah tanpa harus mengeluarkan biaya yang sangat tinggi.
2. Sistem Waste Water Treatment
Sistem waste water treatment pada penelitian ini menggunakan metode filtrasi, bioremediasi dan elektrolisis untuk meningkatkan laju penjernihan limbah batik sampai bawah baku mutu sehinga air tersebut memenuhi kualitas sebagai air yang aman untuk lingkungan. Alat “LAFIBIOL” dibuat dari bahan-bahan yang murah sehingga dapat menghemat biaya dalam pengolahan limbah. Pada tahapan filtrasi, peneliti menggunakan adsorben alami yaitu pasir, kerikil, arang aktif dan limbah sisik ikan. Rembang sebagai daerah pesisir menghasilkan limbah sisik ikan yang banyak. Sisik ikan mengandung senyawa kolagen yang memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi berbagai ion logam berat seperti ion timbal, kadmium, kromium dan tembaga. Maka, penambahan limbah sisik ikan sangat cocok untuk mengolah limbah batik yang mengandung logam berat seperti kromium. Sisik ikan dikombinasikan dengan karbon aktif dan zeolit untuk meningkatkan efektivitasnya.
Penelitian ini juga menerapkan metode elektrolisis yang dapat membantu pengolah logam berat kromium dalam limbah dalam waktu kurang lebih 6 jam pada proses elektrolisis.
3. Biaya
Harga 1 set alat sangat terjangkau karena bahan-baha yang digunakan adalah bahan bekas atau limbah yang mudah diperoleh di lingkungan sekitar. Reaktor pada alat ini dapat menggunakan ember dari bekas wadah cat yang bisa diperoleh secara gratis atau di toko bangunan seharga Rp. 20.000,00 sehingga sangat terjangkau. Bahan filter juga dapat menggunakan limbah sisik ikan yang banyak berada di sekitar Tempat Pemasaran Ikan (TPI). Pada reaktor elektrolisis dapat menggunakan grafit yang dihubungkan dengan penjepit buaya dan kabel yang terjangkau pulan.
4. Perawatan Alat
Alat LAFIBIOL hanya perlu penggantian media filter sekali dalam satu tahun dengan cara pencucian dan pengeringan media filter untuk media pasir dan batu. Maka, alat ini mudah untuk perawatannya sehingga tidak memerlukan dana operasional yang besar.
Nama | : | Nailatun Najah |
Alamat | : | Jalan Sultan Agung No. 1, Gedongmulyo, Lasem, Rembang |
No. Telepon | : | 082226217688 |