PINBIO ( PINUS INNOVATIVE BIODIESEL ) : INOVASI BIODIESEL BERBASIS BUAH PINUS (Pinus merkusii) SEBAGAI SOLUSI ENERGI TERBARUKAN RAMAH LINGKUNGAN

Ketergantungan pada bahan bakar fosil menipiskan cadangan energi dan memperparah pemanasan global. Solusinya, biodiesel dari buah pinus (Pinus merkusii) yang kaya asam lemak, diproduksi lewat transesterifikasi dengan katalis CaO dari cangkang telur dan bioetanol tape singkong.
Limbah buah pinus sering dibuang atau dibakar, memiliki potensi sebagai bahan baku biodiesel. Proses biodiesel konvensional kurang efisien dan menghasilkan limbah berbahaya. Inovasi PINBIO memanfaatkan limbah buah pinus untuk biodiesel ramah lingkungan, mendukung kemandirian energi lokal, dan mengurangi dampak lingkungan.
Proses produksi biodiesel dari limbah buah pinus dimulai dengan pengumpulan, pencucian, pengeringan, dan penghancuran limbah menjadi serbuk. Serbuk buah pinus dipirolisis untuk menghasilkan minyak murni. Selanjutnya, 300 ml minyak yang dihasilkan dicampur bioetanol tape singkong sebanyak 60 ml serta  katalis CaO dari cangkang telur sebanyak 8 gram. Katalis digunakan sebagai pembanding. Lalu gliserol dipisah dari biodiesel dengan corong pemisah. Biodiesel kemudian dikemas dan disimpan.
Biodiesel PINBIO, yang dihasilkan dari limbah buah pinus, membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan menggantikan bahan bakar fosil di sektor transportasi, industri, dan rumah tangga. Di Indonesia, penggunaan biodiesel ini mengurangi emisi CO? hingga 27,8 juta ton pada 2022, menggantikan solar di mesin industri dan kendaraan, serta mengurangi polusi dan biaya operasional. Biodiesel juga mendukung kemandirian energi di rumah tangga dan mengurangi limbah pinus, mendorong transisi ke energi terbarukan yang berkelanjutan.

 Energi termasuk ke dalam elemen penting kehidupan manusia. Kurang lebih 80% energi di dunia saat ini dipenuhi oleh bahan bakar fosil [2]. Pemakaian bahan bakar fosil secara terus menerus dan tidak adanya kontrol pemakaian akan mengakibatkan langkanya pasokan energi berbahan baku fosil yang merupakan bahan sumber daya tak terbarukan. Selain itu, ketergantungan yang tinggi terhadap penggunaan bahan bakar fosil, seperti solar, menyebabkan timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan salah satunya adalah pemanasan global atau global warming akibat penggunaan bahan bakar fosil secara berlebihan [3]. Sumber energi alternatif yang ramah lingkungan, berasal dari bahan yang melimpah, murah, dan berkelanjutan sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menciptakan energi terbarukan yang ramah lingkungan yaitu biodiesel. Pada tahun 2023 alokasi kebutuhan biodiesel Indonesia mencapai 13,15 juta kiloliter [1]. Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang tidak dapat membahayakan lingkungan karena biodiesel mempunyai emisi gas buang rumah kaca lebih rendah daripada bahan bakar fosil lainnya, serta biodiesel bisa diperbaharui dan terbebas dari kandungan sulfur dibandingkan bahan petroleum lainnya [4]. Biodiesel dapat diproduksi dari limbah yang berada di sekeliling kita, diantaranya adalah limbah buah pinus (Pinus merkusii).

Pohon pinus di Indonesia sangat melimpah karena buah pinus (Pinus merkusii) adalah jenis pohon pinus asli yang tumbuh di negara Indonesia [5]. Pemanfaatan buah pinus masih terbatas, sehingga sering dianggap sebagai limbah yang mencemari lingkungan akibat pembuangan atau pembakaran. Padahal biji buah pinus mengandung minyak dengan berbagai asam lemak tak jenuh, seperti asam linoleat ±49.0% dan asam oleat ±23.8%, yang merupakan komponen penting dalam produksi biodiesel melalui proses transesterifikasi.

Pereaksian antara bioetanol dengan trigliserin yang menghasilkan gliserol sebagai hasil samping dan juga biodiesel atau metil ester asam lemak, yang bisa disebut sebagai proses transesterifikasi. Transesterifikasi termasuk reaksi yang lambat, untuk mempercepat laju reaksi membutuhkan sebuah katalis. Katalis heterogen yang berasal dari limbah cangkang telur yang diproses menjadi kalsium oksida (CaO) karena lebih ramah lingkungan, memiliki kandungan kalsium yang tinggi, serta aktivitas katalitik yang tinggi sehingga memungkinkan reaksi berjalan lebih cepat dan menghasilkan biodiesel berkualitas tinggi.

Pengembangan biodiesel dari bahan baku alami dan limbah sudah banyak dilakukan, namun pemanfaatan pinus sebagai bahan baku pembuatan biodiesel belum banyak dan masih sangat terbatas. Inovasi ini menjadi salah satu bentuk keterbaruan sumber energi alternatif yang memanfaatkan limbah tumbuhan khususnya dari limbah tumbuhan lokal yang melimpah di Indonesia.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis memiliki inovasi “Pinbio ( Pinus Innovative Biodiesel) : Inovasi Biodiesel Berbasis Buah Pinus (Pinus merkusii) Sebagai Solusi Energi Terbarukan Ramah Lingkungan”. Inovasi ini memanfaatkan minyak biji buah pinus yang kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti asam linoleat dan asam oleat serta penggunaan metode dan waktu yang ideal dalam pembuatan biodiesel. Diharapkan, inovasi ini dapat meningkatkan nilai ekonomi limbah buah pinus, mengurangi emisi gas rumah kaca yang semakin meningkat dan mendukung upaya pengembangan energi alternatif yang berkelanjutan.

 

Pembaruan yang ditawarkan dari PINBIO yaitu bahan baku pembuatannya yang berasal dari buah pinus, karena biasanya pembuatan biodiesel menggunakan bahan baku minyak jelantah. Buah pinus mengandung resin dan minyak esensial yang dapat diproses menjadi biodiesel. Buah pinus lebih jarang digunakan, sehingga menawarkan alternatif sumber bahan baku baru. Pada segi kualitas biodiesel dari buah pinus memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan biodiesel dari minyak jelantah seperti, Biodiesel dari buah pinus memiliki potensi kandungan energi yang lebih tinggi karena minyak pinus mengandung senyawa hidrokarbon dan resin alami yang dapat meningkatkan nilai kalor bahan bakar. Sedangkan kandungan energi biodiesel dari minyak jelantah sedikit lebih rendah dibandingkan minyak murni atau buah pinus, karena sifat degradasi kimia selama penggunaan minyak goreng. Secara stabilitas oksidasi, minyak pinus mengandung senyawa alami seperti terpenoid dan resin asam yang dapat meningkatkan stabilitas oksidasi biodiesel, sehingga lebih tahan terhadap degradasi dalam penyimpanan. Sedangkan minyak jelantah cenderung memiliki stabilitas oksidasi lebih rendah karena minyak yang sudah digunakan mengandung senyawa teroksidasi dan radikal bebas, sehingga hal ini dapat memperpendek penyimpanan.

Nama : NAKHISATUL LAIZKA AGUSTINA
Alamat : Jl. Raya Tahunan - Batealit, Bawu IV, Bawu, Kec. Batealit, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah 59461
No. Telepon : (0291) 595090/596089