Salah satu komoditas buah-buahan di Indonesia yang memiliki banyak penggemar adalah buah naga. Kabupaten Pati yang merupakan wilayah penghasil buah naga terbesar ke-7 di Jawa Tengah terletak di Desa Sitilihur Kecamatan Gembong dengan produksi 989,39 kuintal pada tahun 2024. Tidak hanya memiliki penampilan menarik dan rasa yang menyegarkan, buah naga juga memiliki manfaat yang melimpah. Pemanfaatan buah naga umumnya terbatas pada daging buah sedangkan kulit buahnya akan dibuang sebagai limbah. Sementara itu, kulit buah naga mengandung bioaktif yang bermanfaat bagi tubuh antara lain antioksidan dan serat pangan. Salah satu upaya yang dapat digunakan untuk mengolah limbah kulit buah Naga adalah dengan mengolahnya menjadi teh herbal. Selain itu, bahan teh herbal yang telah lebih dulu dikenal adalah teh hijau. Teh hijau merupakan produk yang memiliki kandungan senyawa seperti tanin, kafein, flavonol, flavonoid yang sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh.
Keunggulan dari kedua bahan tersebut membawa sebuah inovasi untuk menambah variasi jenis teh herbal yang dapat menjadi pilihan masyarakat untuk dikonsumsi. Inovasi d’cha dilakukan demi meningkatkan nilai jual kulit buah naga dan sebagai sarana mengenalkan lebih luas eksistensi dan khasiat teh hijau.
Teh d’cha diproduksi melalui kombinasi kulit buah naga dan teh hijau. Proses produksi dimulai dengan pembuatan serbuk kulit buah naga, memformulasikan campuran kulit buah naga dan teh hijau, hingga pengemasan.
Teh d’cha hasil inovasi hadir melalui proses pengujian secara organoleptik, uji pH, dan uji kadar air. Pengujian menunjukkan hasil organoleptik bahwa teh tersebut dapat diterima oleh indra responden. Uji pH menunjukkan nilai rerata pH sebesar 5,65 dan kadar air sebesar 6,46%.
Buah naga (pitaya) merupakan salah satu buah pendatang yang digemari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena tampilannya yang eksotik, menarik, perpaduan rasa asam dan manis yang menyegarkan, serta memiliki manfaat melimpah bagi kesehatan. Menurut BPS Indonesia, produksi buah naga di Jawa Tengah pada tahun 2024 mencapai 14.966,17 kuintal. Wilayah Kabupaten Pati pada tahun 2023 tercatat dengan produksi buah naga sebanyak 1.092,20 kuintal dan sedikit mengalami penurunan pada tahun 2024 dengan total produksi 989,39 kuintal. Hal tersebut menjadikan Kabupaten Pati sebagai wilayah penghasil buah naga terbesar ke-7 di Jawa Tengah. Selain itu, menurut Departemen pertanian Tahun 2005, Peluang Usaha Buah Naga sangat menjanjikan, tidak saja untuk konsumsi segar tetapi juga untuk produk olahan makanan dan kesehatan. Produk olahan daging buah naga yang paling banyak diminati adalah sirup buah naga super merah, sedangkan kulitnya yang mengandung 30-35% dari berat buah belum dimanfaatkan secara maksimal dan dibuang sebagai limbah. Penumpukan kulit buah naga tak terpakai dalam jangka panjang dapat mencemari lingkungan dan menyebabkan lingkungan menjadi tak sehat.
Kulit buah naga, terutama dari jenis buah naga super merah (Hylocereus polyrhizus), memiliki berbagai manfaat kesehatan yang signifikan. Meskipun sering dibuang, kulit buah Naga mengandung zat bioaktif yang bermanfaat bagi tubuh antara lain antioksidan (dalam bentuk asam askorbat, betakaroten, dan antosianin), dan serat pangan (dalam bentuk pektin). Kandungan serat pangan dalam kulit buah naga mencapai 46,7% yang lebih tinggi dibandingkan serat dalam buah pear, jeruk, dan persik (Saneto, 2005). Menurut Santoso (2011), serat pangan bermanfaat untuk mengontrol berat badan, menanggulangi penyakit degeneratif diabetes, mencegah gangguan gastrointestinal dan kolon, serta mengurangi tingkat kolesterol. Kulit buah Naga merah juga mengandung beberapa mineral seperti kalsium, fosfor, zat besi dan beberapa vitamin seperti vitamin A dan C. Salah satu metode yang dapat dipakai untuk mengolah kulit buah Naga adalah mengolah kulit buah Naga menjadi teh herbal.
Salah satu jenis minuman yang populer dikonsumsi di dunia termasuk Indonesia selain air putih adalah teh. Tanaman teh (Camellia sinensis L.) umumnya menghasilkan tiga jenis teh, yaitu teh hijau merupakan teh yang diproses tanpa fermentasi, teh oolong yang diproses setengah fermentasi, dan teh hitam yang difermentasi sempurna (Nindyasari, 2012). Diantara ketiga jenis teh tersebut kandungan polifenol yang berperan sebagai agen antioksidan tertinggi terdapat pada teh hijau, disusul teh oolong, dan teh hitam. Meskipun konsumsi teh hitam jauh lebih banyak dibanding teh hijau, tetapi teh hijau memiliki kandungan yang tak kalah bermanfaat dari teh hitam. Teh hijau merupakan tanaman yang memiliki kandungan senyawa seperti tanin, kafein, flavonol, flavonoid, alkaloid dan saponin (Sutanto H, 2011). Kandungan tertinggi pada daun teh hijau adalah flavonoid terutama katekin yang menyusun 30-40% padatan teh hijau yang larut dalam air. Senyawa tersebut efektif sebagai antioksidan, antibakteri, antiacne dan lain-lain. Berdasarkan uji aktivitas anti diabetes ekstrak teh hitam, teh oolong, dan teh hijau secara in vivo menunjukkan hasil bahwa ekstrak teh hijau memiliki kemampuan menurunkan glukosa darah lebih tinggi dibanding dua jenis teh lainnya dengan persentase sebesar 56,69% (Holidah dan Christiany, 2016).
Menurut BPS pada tahun 2023, rata-rata konsumsi teh celup nasional mencapai 1,26 kantong per kapita per minggu dengan mayoritas konsumen teh di Indonesia adalah kelompok umur 31-40. Dengan maksud meningkatkan konsumsi teh celup terutama jenis teh hijau di kalangan remaja, sebuah inovasi hadir untuk mengombinasikan teh hijau dengan kulit buah naga yang berwarna merah segar. Diharapkan teh celup “d’cha” yang diproduksi ini menjadi teh siap seduh yang tidak hanya memiliki daya tarik yang khas tetapi bermanfaat pula untuk kesehatan tubuh.
Keunggulan inovasi teh d’cha dibandingkan dengan produk sejenis adalah
Nama | : | Ani Dwi Rahayu, S.Pd |
Alamat | : | Desa Bulumanis Kidul RT 003 RW 002, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah |
No. Telepon | : | 081225305806 |