Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu sentra penghasil buah nanas terbesar di daerah tersebut. Tingginya produksi nanas menghasilkan limbah kulit nanas dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga berpotensi mencemari lingkungan. Padahal, limbah kulit nanas tergolong limbah organik yang mengandung senyawa-senyawa potensial untuk difermentasi menjadi produk bernilai ekonomis, seperti cuka.
Selama ini, pemanfaatan limbah kulit nanas masih sangat terbatas. Proses fermentasi biasanya membutuhkan mikroorganisme starter komersial yang relatif mahal dan sulit diakses oleh masyarakat. Banyak masyarakat belum mengetahui bahwa mikroorganisme fermentasi sebenarnya dapat diperoleh dari lingkungan sekitar dengan cara yang sederhana dan murah.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, dikembangkan inovasi fermentasi cuka dari kulit nanas dengan metode penangkapan mikroorganisme secara alami dari lingkungan. Metode ini dilakukan melalui eksperimen kuantitatif dengan durasi fermentasi sekitar dua bulan. Mikroorganisme ditangkap secara alami dengan dengan membuka wadah fermentasi selama 5–10 menit setiap hari selama 5–10 hari berturut-turut. Mikroorganisme seperti Saccharomyces cerevisiae dan Acetobacter aceti yang secara alami mengubah kandungan karbohidrat dalam kulit nanas menjadi alkohol kemudian menjadi asam.
Hasilnya, diperoleh cuka kulit nanas berkualitas baik dengan biaya rendah. Inovasi ini tidak hanya mengurangi limbah organik, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru, khususnya bagi masyarakat rumah tangga dan usaha kecil. Pendekatan ini memperkenalkan teknik fermentasi yang ramah lingkungan, berbasis kearifan lokal, serta berkelanjutan.
Indonesia sebagai negara tropis memiliki potensi besar dalam produksi buah, salah satunya adalah nanas (Ananas comosus). Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, merupakan salah satu sentra produksi nanas terbesar. Menurut data BPS Kabupaten Purbalingga (2023), produksi nanas di Kecamatan Karangreja mencapai 2.568.216 kuintal. Selain nanas segar, berbagai produk olahan seperti keripik, dodol, selai, dan sirup juga menjadi unggulan usaha rumah tangga dan industri kecil di desa tersebut.
Namun, aktivitas pengolahan ini menghasilkan limbah kulit nanas dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah tersebut sering dibuang begitu saja, menyebabkan bau tak sedap, pencemaran lingkungan, serta penurunan kualitas hidup masyarakat. Di sisi lain, banyak pelaku usaha belum memiliki akses ke teknologi pengolahan limbah yang sederhana, murah, dan ramah lingkungan.
Padahal, kulit nanas mengandung senyawa bioaktif seperti karbohidrat, flavonoid, tanin, dan bromelain, yang berpotensi diolah menjadi produk bernilai tambah, seperti cuka. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kulit nanas dapat difermentasi menjadi cuka dengan manfaat sebagai bahan makanan sekaligus agen antibakteri.
Kulit nanas diketahui mengandung berbagai senyawa bioaktif yang bermanfaat, seperti karbohidrat, vitamin, dan enzim bromelain (Iwan Saka Nugraha, & Ida Bagus Putra Mahardika, 2024). Menurut penelitian oleh Wahyuni, Sri, dan Suparti (2015), kulit nanas mengandung karbohidrat sebesar 17,53%, yang dapat diolah menjadi cuka melalui proses fermentasi. Selain itu, kulit nanas juga mengandung senyawa flavonoid, tanin, dan saponin yang memiliki sifat antibakteri dan antioksidan (Cahayani, & Erlin Dwi, 2021). Kandungan ini menjadikan kulit nanas sebagai bahan baku potensial untuk pembuatan produk fermentasi seperti cuka.
Cuka merupakan produk fermentasi yang memiliki berbagai manfaat, baik sebagai bahan makanan maupun sebagai agen antibakteri (Elisa Yunita Prasasti et al., 2020). Proses pembuatan cuka biasanya melibatkan dua tahap fermentasi: fermentasi alkohol oleh ragi Saccharomyces cerevisiae dan fermentasi asam asetat oleh bakteri Acetobacter aceti. Penelitian oleh Wahyuni, Sri, dan Suparti (2015) menunjukkan bahwa penambahan Acetobacter aceti pada fermentasi kulit nanas menghasilkan cuka dengan kadar asam asetat sebesar 3,29%.
Beberapa penelitian lain juga telah dilakukan untuk memanfaatkan kulit nanas sebagai bahan baku pembuatan cuka. Misalnya, penelitian oleh Cindy Sagita et al. (2021) menunjukkan bahwa fermentasi kulit nanas dapat menghasilkan minuman probiotik yang bermanfaat bagi kesehatan. Selain itu, penelitian oleh Cahyani, dan Erlin Dwi (2021) menemukan bahwa ekstrak kulit nanas memiliki aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli, dengan diameter zona hambat sebesar 20,51 mm pada konsentrasi 100%.
Namun, sebagian besar penelitian tersebut menggunakan mikroorganisme yang dibeli dari laboratorium sebagai starter fermentasi. Hal ini dapat meningkatkan biaya produksi dan ketergantungan pada sumber eksternal. Sebagai alternatif, teknik penangkapan mikroorganisme secara langsung dari lingkungan sekitar dapat digunakan untuk memulai proses fermentasi. Metode ini tidak hanya lebih ekonomis, tetapi juga dapat menghasilkan produk yang lebih sesuai dengan kondisi lokal.
Penangkapan mikroorganisme secara langsung melibatkan proses fermentasi spontan, di mana mikroorganisme dari udara atau lingkungan sekitar dibiarkan menginokulasi substrat secara alami. Proses ini biasanya memerlukan waktu fermentasi yang lebih lama, sekitar 2 bulan, dengan waktu penangkapan mikroorganisme selama 5 hingga 10 hari. Durasi ini dapat disesuaikan tergantung pada kondisi lingkungan dan hasil yang diinginkan.
Penggunaan teknik penangkapan mikroorganisme secara langsung dalam pembuatan cuka kulit nanas memiliki beberapa keunggulan. Selain mengurangi biaya produksi, metode ini juga lebih ramah lingkungan dan dapat meningkatkan keberagaman mikroorganisme yang berkontribusi pada proses fermentasi. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode pembuatan cuka dari kulit nanas menggunakan teknik penangkapan mikroorganisme secara langsung, sebagai upaya pemanfaatan limbah organik dan pemberdayaan sumber daya lokal.
Inovasi pembuatan cuka kulit nanas dengan menggunakan metode teknik penangkapan mikroorganisme secara langsung menawarkan pembaharuan dibandingkan dengan metode fermentasi konvensional yang menggunakan starter mikroorganisme dari laboratorium. Keunggulan utama inovasi ini terletak pada:
Nama | : | Nurul Desti Antika |
Alamat | : | Jalan, JL. RAYA KARANGREJART 3RW 4 ; Desa/Kelurahan, Karangreja |
No. Telepon | : | 087823517815 |