SUTARMI

Ketahanan pangan merupakan isu global yang memerlukan solusi berkelanjutan, terutama di Indonesia, yang memiliki populasi lebih dari 281 juta jiwa. Sebagai negara agraris, Indonesia bergantung pada sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan, khususnya produksi padi. Namun, berbagai tantangan seperti penentuan dosis pupuk, sistem irigasi, dan pengendalian hama masih dihadapi petani, yang sebagian besar masih menggunakan metode konvensional. Metode ini sering kali menyebabkan degradasi sumber daya alam dan hasil panen yang kurang optimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dikembangkanlah SUTARMI (Sustainable Smart Farming System).

SUTARMI menggunakan Arduino Mega 2560 sebagai pusat kendali dengan berbagai sensor, seperti: TCS3200 untuk mendeteksi kebutuhan pupuk berdasarkan warna daun, sensor ultrasonik untuk mengukur ketinggian air, serta sensor PIR dan LED untuk pengendalian hama burung, tikus, dan wereng. Sistem ini juga dilengkapi dengan Bluetooth HC-06, memungkinkan integrasi dengan aplikasi smartphone guna memantau kondisi sawah secara real-time. SUTARMI bekerja secara otomatis dengan sumber daya panel surya, menjadikannya ramah lingkungan dan efisien dalam penggunaan energi. Dengan fitur dalam pemberian rekomendasi dosis pemupukan, irigasi, dan pengendalian hama diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi beban operasional pertanian. Implementasi SUTARMI diharapkan dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) pilar ke-2: Zero Hunger, dengan mendukung ketahanan pangan nasional melalui inovasi teknologi pertanian.

Kata kunci: Pertanian, pertanian berkelanjutan, smart farming, Arduino Mega 2560, SUTARMI.

Kekurangan pangan menjadi permasalahan global yang memerlukan pemecahan semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 281.603,8 ribu jiwa (Badan Pusat Statistik, 2024), masalah ketahanan pangan sangat perlu diperhatikan. Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana semua orang dan dalam keadaan bagaimanapun memiliki akses baik fisik, sosial maupun ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman dan bergizi (Wulandari & Anggraini, 2020). Ketahanan pangan yang baik pada suatu negara akan menjadikan warganya makmur dan sejahtera. Hal tersebut harus dicapai terlebih guna mewujudkan SDGs (Suistainable Development Goals) 30 pilar ke – 2 yaitu “Zero Hunger”. Dimana tercapainya ketahanan pangan untuk masyarakat tanpa kelaparan sekaligus perbaikan nutrisi.

Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja menjadi petani (Syauqi et al, 2020). Oleh karena itu, Indonesia harus memaksimalkan sektor pertaniannya sebagai kunci untuk mengatasi masalah kekurangan pangan. Sektor pertanian mempunyai kontribusi penting baik terhadap perekonomian maupun terhadap pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, apalagi dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang berarti bahwa kebutuhan akan pangan juga semakin meningkat ( Ayun et al, 2020). Indonesia sebagai negara yang memiliki makanan pokok nasi, maka pemenuhan kebutuhan makanan pokok bergantung pada produksi padi. Produksi padi harus terus ditingkatkan dan dimaksimalkan.

Berdasarkan hasil Survei KSA pada januari tahun 2025 menunjukkan luas panen padi sebesar 0,42 juta hektare, mengalami peningkatan sebanyak 0,12 juta hektare atau 41,84 persen dibandingkan luas panen padi di Januari 2024 yang sebesar 0,29 juta hektare. Sementara itu, produksi padi tahun 2021 yaitu sebesar 54,42 juta ton GKG (Gabah Kering Giling). Jika produksi padi dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, maka produksi padi pada Januari 2025 diperkirakan setara dengan 1,24 juta ton beras, atau mengalami peningkatan sebesar 0,37 juta ton beras (42,21 persen) dibandingkan Januari 2024 yang sebesar 0,87 juta ton beras. Sementara itu, potensi produksi beras sepanjang Februari–April ialah sebesar 12,71 juta ton beras. Dengan kondisi produksi padi tersebut, maka diperlukan pemeliharaan tanaman padi yang optimal untuk menjaga produksi tetap stabil.

Pemeliharaan tanaman padi di Indonesia memiliki banyak kendala yang perlu diatasi. Kendala yang ditemui oleh para petani diantaranya penentuan dosis kebutuhan pupuk, sistem irigasi yang tepat, dan adanya beberapa hama padi yaitu wereng, tikus dan burung. Sampai saat ini penentuan dosis kebutuhan pupuk, sistem irigasi, dan penanganan hama di Indonesia sebagian besar masih menggunakan cara konvensional. Dimana sistem pertanian konvesional memiliki kelemahan antara lain: menyebabkan degradasi sumber daya alam, penurunan kesuburan tanah, mengurangi kelembaban tanah, merusak ekosistem yang berada dilingkungan sekitarnya, menyebabkan erosi serta hasil panen yang didapatkan masih belum maksimal (Imani et al., 2018). Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan hasil padi dan menjaga kelestarian lingkungan dapat dilakukan dengan cara pengembangan sistem pertanian berkelanjutan (Sudjana, 2014). Sistem berkelanjutan selalu digunakan oleh setiap pembangunan yang melibatkan lingkungan dan sumberdaya manusia (Abidin et al., 2020). Dalam mengoptimalkan sistem pertanian berkelanjutan perlu adanya kolaborasi antara teknologi terkini dengan para petani yang melek teknologi serta tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Pertanian yang maju tercermin dari penerapan inovasi, baik dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang paling unggul pada masanya (Virianita et al., 2019)

Saat ini, inovasi teknologi dalam bidang pertanian di Indonesia masih mengalami kendala. Kendala tersebut yaitu daerah-daerah pertanian yang tidak terkoneksi jaringan internet. Berdasarkan keadaan tersebut, perlu adanya alat yang mudah digunakan oleh kebanyakan petani dalam berbagai wilayah dan dapat membantu mengurangi penggunaan bahan kimia, manajemen pengairan, serta menjaga keanaekaragaman hayati. Oleh karena itu, penulis menawarkan solusi berupa teknologi yang terintegarasi secara otomatis untuk membantu petani dalam mengatasi masalah pertanian yaitu Sutarmi (Sustainable Smart Farming System): Smart Technology sebagai inovasi teknologi untuk pertanian berkelanjutan guna mewujudkan SDGs.

1. Otomatisasi Penuh

  • Mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja manual dengan sistem otomatis berbasis mikrokontroler Arduino Mega 2560.
  • Pemantauan dan pengendalian dapat dilakukan melalui smartphone dengan koneksi Bluetooth.

2. Efisiensi Pemupukan

  • Sensor TCS 3200 mendeteksi warna daun untuk menentukan kebutuhan pupuk nitrogen sesuai standar Peraturan Menteri Pertanian.
  • Mengoptimalkan dosis pupuk, mengurangi pemborosan, dan meningkatkan hasil panen.

3. Irigasi Cerdas Berbasis Sensor

  • Sensor ultrasonik mendeteksi ketinggian air di sawah, dan pompa air otomatis menyala saat diperlukan.
  • Mengatur kebutuhan air sesuai usia tanaman, meningkatkan efisiensi irigasi dan menghemat sumber daya.

4. Pengendalian Hama Ramah Lingkungan

  • Sensor PIR mendeteksi hama tikus dan burung, lalu buzzer mengusirnya dengan gelombang suara yang berbeda.
  • LED putih menarik wereng dan menjebaknya tanpa menggunakan pestisida kimia berbahaya.

5. Monitoring Real-Time melalui Aplikasi Android

  • Data pemupukan, tinggi air, jumlah hama, dan kondisi pH tanah dapat dipantau langsung melalui smartphone.

6. Desain Ergonomis dan Modular

  • Dimensi alat disesuaikan dengan tinggi rata-rata petani Indonesia (100×30×150 cm). Komponen mudah diganti dan ditingkatkan sesuai kebutuhan.

Nama : Dwi Ragil Prasetyo
Alamat : Jl Pattimura, Loram Wetan, Jati, Kudus
No. Telepon : 089603151890