Puzzle Braisawa (Puzzle Braille Aksara Jawa)

Memperkenalkan Aksara Jawa merupakan suatu upaya pelestarian budaya jawa. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memasukkan bahasa jawa sebagai muatan lokal wajib di semua jenjang pendidikan termasuk untuk peserta didik berkebutuhan khusus, seperti tunanetra. Pengenalan Aksara Jawa pada penyandang tunanetra memiliki kesulitan tersendiri. Berdasarkan permasalahan tersebut, Puzzle Braisawa diciptakan untuk menjadi media pembelajaran pengenalan Aksara Jawa untuk tunanetra. Puzzle Braisawa merupakan Puzzle 3D dimana setiap keping puzzle berisikan satu aksara yang timbul sehingga dapat dirasakan oleh penyandang tunanetra. Puzzle Braisawa terdiri dari 20 keping Aksara Jawa, 20 keping huruf braille, 8 keping sandhangan aksara dan 8 keping sandhangan braille. Puzzle ini juga dapat digunakan untuk belajar merangkai huruf dalam Aksara Jawa dan Braille. Braisawa diharapkan dapat menjadi media pembelajaran yang menyenangkan sehingga meningkatkan minat belajar siswa tunanetra.

      World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa lebih dari 285 juta penduduk mengalami gangguan penglihatan dan 39 juta penduduk mengalami kebutaan. Jumlah penyandang disabilitas semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Pusat Data dan Informasi Nasional (PUSDATIN) menyatakan penyandang tunanetra di Indonesia menempati posisi tertinggi (International Labour Organization, 2013). Sampai saat ini jumlah penyandang tunanetra mencapai 4 juta penduduk. 40% anak usia sekolah antara usia 6 hingga 18 tahun mengalami kebutaan (Admin Pertuni, 2017). Tunanetra merupakan istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi seseorang yang memiliki keterbatasan dalam hal penglihatan. Dengan kondisi fisik yang kurang tersebut dapat menyebabkan berbagai permasalahan bagi mereka dalam melakukan aktivitas. Salah satu media mereka dalam memperoleh informasi dan komunikasi dengan membaca dan menulis Braille. Praktek yang digunakan pada kebutuhan difabel khususnya tunanetra selalu mempertimbangakan empat komponen utama yaitu Physical Environment, Teaching Procedures, Teaching Content/Materials dan Use of Adaptive Equipment.  Dengan demikian salah satu komponen penting dalam pembelajaran adalah menggunakan alat bantu yang disesuaikan (adaptive equipment) dengan kebutuhan difabel. Terciptanya huruf braille dengan sistem titik - titik timbul yang dapat dibaca dengan cara disentuh pertama kali dikenalkan oleh Barbier pada tahun 1815. Terdapat banyak kekurangan dengan sistem tersebut, maka Louis Braille melakukan modifikasi terhadap titik - titik dan garis - garis pada kartu, demi menciptakan tulisan yang cocok bagi tunanetra (Herlina, H., & Wardany, O. F., 2022). Tulisan Braille pertama kali dibawa ke Indonesia oleh orang belanda pada abad ke 20, kemudian dipelajari di Blinden Instituut. Dengan adanya huruf Braille memudahkan para penyandang dalam beradaptasi di sekitarnya. Kebudayaan di Indonesia sangat beraneka ragam salah satunya aksara atau huruf yang tercipta dari budaya itu sendiri, dari berbagai daerah di Indonesia satu aksara yang menarik perhatian dunia hingga diakui oleh UNESCO yaitu Aksara Jawa atau lebih dikenal dengan Hanacaraka. Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan Aksara Jawa sudah mulai menurun drastis karena hilangnya penerus di generasi muda. Namun beberapa sekolah masih mempelajari bahasa lokal. 

   Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah No 423.5/5/2010 tentang Kurikulum Mata Pelajaran Muatan Lokal (Bahasa Jawa) untuk Jenjang Pendidikan SD/SDLB/MI, SMP/SMPLB/MTs, SMA/SMALB/MA dan SMK/MAK Negeri dan Swasta di Provinsi Jawa Tengah yang mengatur terkait dengan standar kompetensi lulusan untuk mata pelajaran muatan lokal Bahasa Jawa, dimana diantaranya adalah mampu menggunakan berbagai keterampilan membaca dan menulis Aksara Jawa selain itu juga diatur dalam Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Nomor 423.5/14995 tanggal 4 Juni 2014 tentang Kurikulum mata pelajaran Mulok Bahasa Jawa untuk jenjang Pendidikan SD/SDLB/MI, SMP/SMPLB/MTs, SMA/SMALB/MA dan SMK/MAK Negeri dan Swasta di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa pelestarian bahasa Jawa juga dilakukan pada peserta didik berkebutuhan khusus. 

   Masih banyak sekali kendala yang terjadi dengan siswa berkebutuhan khusus dalam membaca, menulis dan mengidentifikasi huruf Braille dalam Aksara Jawa. Sudah selayaknya guru perkenalkan huruf Aksara Jawa, tetapi masih sulit dilakukan akibat kurangnya media pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, untuk menunjang kelancaran pembelajaran baca tulis Aksara Jawa dibutuhkan sebuah media belajar yang sesuai dalam karakteristik belajar siswa tunanetra, sehingga siswa termotivasi dalam pembelajaran tersebut

   Minimnya sarana dan prasarana pembelajaran yang aksesibel bagi tunanetra dalam perkenalan huruf Aksara Jawa membuat proses belajar mengajar pada tunanetra dianggap kurang menarik bagi siswa. Hal ini karena guru menggunakan metode konvensional dimana guru menyebutkan letak titik pada huruf Braille untuk kemudian diterjemahkan ke dalam Aksara Jawa. Oleh karena itu, perlunya inovasi dalam media pembelajaran Aksara Jawa bagi tunanetra. 

   Hadirnya Puzzle Braisawa yang memiliki kepanjangan dari Puzzle Braille Aksara Jawa diharapkan dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar. Puzzle Braisawa merupakan media pembelajaran baru yang berbentuk Puzzle 3D dilengkapi dengan huruf Braille dan Aksara Jawa. Terdiri dari 56 keping puzzle yang dapat dirangkai bebas sesuai dengan kalimat yang dibutuhkan. Selain itu pengajaran penggunaan Puzzle Braille Aksara Jawa memberikan keuntungan tersendiri, dimana puzzle braille Aksara Jawa ini selain dapat dikenalkan pada guru dapat juga dikenalkan pada orangtua penyandang tunanetra. Sehingga pembelajaran Aksara Jawa tidak hanya dapat dilakukan di sekolah, namun dapat dilakukan secara mandiri pula di rumah.

   Untuk mendukung penggunaan Puzzle Braisawa, tersedia buku panduan yang lengkap. Buku panduan ini tidak hanya memberikan petunjuk teknis mengenai cara merangkai dan menggunakan puzzle, tetapi juga memberikan arahan rinci bagi pengguna dan guru SLB. Selain itu, buku panduan ini juga menyajikan sejarah awal dari Aksara Jawa, memberikan konteks yang lebih dalam dan pemahaman yang komprehensif mengenai huruf-huruf yang dipelajari. Dengan adanya informasi sejarah ini, siswa tunanetra tidak hanya belajar mengenali bentuk huruf, tetapi juga memahami latar belakang dan makna budaya yang terkandung dalam Aksara Jawa. Hal ini diharapkan dapat menambah minat dan motivasi siswa dalam mempelajari Aksara Jawa, serta memperkaya wawasan mereka tentang warisan budaya yang ada.

Nama : Salzabila Hartriningsih
Alamat : Jl. Imam Bonjol 207 dan Jl. Nakula I no 5-11 Semarang
No. Telepon : 085640309004