Demam Berdarah (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae). Demam Berdarah adalah penyakit yang cukup berbahaya karena dapat menyebabkan kematian. Pendeteksian Demam Berdarah sering dilakukan hanya melihat gejala teknis saja, namun ada cara lain yaitu dengan melakukan tes darah yang merupakan alat untuk diagnosis beberapa penyakit salah satunya yaitu Demam Berdarah yang dilakukan oleh teknisi laboratorium terlatih dibawah mikroskop untuk melakukan identifikasi darah. Hal tersebut membutuhkan banyak waktu, kesabaran, ketepatan dan campur tangan manusia yang menyebabkan diagnosis yang lambat dan berpotensi keliru. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, dilakukan penelitian untuk mendiagnosis Demam Berdarah dari citra sel darah menggunakan Deep Learning dengan algoritma convolutional neural networks (CNN) berbasis website dengan nama E-DHF (Aplikasi Deteksi Demam Berdarah Menggunakan Deep Learning). Penelitian ini menggunakan data dari RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Data pengujian adalah data citra sel darah sejumlah 184 citra yang terdiri dari positif dan negatif Demam Berdarah yang diambil pada 01 - 31 Oktober 2020. Dari pengujian model, mendapatkan nilai akurasi dari hasil data pelatihan/training sebesar 80,56% dan hasil akurasi dari data testing sebesar 88,33%.
Kata kunci: Demam Berdarah, Deep Learning, CNN, Aplikasi, Website
Insiden demam berdarah telah tumbuh secara dramatis di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir (Bhatt dkk, 2013). Demam Berdarah (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae). Demam berdarah adalah penyakit yang cukup berbahaya karena dapat menyebabkan kematian. Di Indonesia bahkan telah tercatat sebanyak 126,675 orang telah terinfeksi oleh demam berdarah pada tahun 2016 (Hasibuan dkk, 2017).
Penelitian terbaru memperkirakan bahwa ada 390 juta infeksi demam berdarah per tahun dan memperkirakan bahwa penularan demam berdarah ada di mana-mana di seluruh daerah tropis, dengan risiko tertinggi di kawasan Amerika dan Asia (Bhatt dkk, 2013). Beban ekonomi demam berdarah pada Negara-negara endemik sangat besar dan studi kasus di Negara-negara meluncurkan perkiraan kasar untuk biaya wabah 2011, misalnya 4,5 juta US $ di Peru, 12 juta US $ di Vietnam (semuanya pada tahun 2012) (Stahl dkk, 2013), dan total tahun 2015 beban ekonomi demam berdarah di Indonesia diperkirakan US $ 381,15 juta yang terdiri dari US $ 355,2 juta untuk dirawat di rumah sakit dan US $ 26,2 juta untuk kasus perawatan rawat jalan (Shepard dkk, 2013).
Tes darah adalah alat diagnosis utama untuk mendeteksi beberapa penyakit seperti leukemia, demam berdarah, thalasemia dan malaria. Darah terdiri dari plasma dan tiga jenis sel, yaitu Sel Darah Merah (RBC), Sel darah Putih (WBC) dan Trombosit. Menghitung jenis sel darah di bawah mikroskop telah digunakan di laboratorium rumah sakit, dokter perlu mengambil sekitar 20 hingga 50 citra sel darah dari sudut yang berbeda untuk mengidentifikasi jenis dan hitungannya. Akan tetapi, hasilnya membutuhkan waktu yang cukup lama dalam memberikan informasi detail spasial dari bagian penyakit yang sebenarnya dan cenderung mendapatkan hasil yang tidak akurat (Deshmukh dkk, 2017).
Identifikasi pada darah yang dilakukan di bawah mikroskop tentunya hanya dilakukan oleh teknisi terlatih dan ahli serta keakuratan identifikasi yang benar sepenuhnya tergantung pada mereka saat observasi dimana hanya ada sedikit ahli mikroskop (Bowman, 2013). Hal tersebut juga membutuhkan banyak waktu, kesabaran, ketepatan dan campur tangan manusia yang menyebabkan diagnosis yang lambat dan keliru (Nakasi dkk, 2020). Studi nasional di Ghana misalnya menemukan 1,72 mikroskop per 100.000 orang dan hanya 0,85 staf laboratorium terlatih per 100.000 (Bates dkk, 2004) yang sangat tidak memadai. Akibatnya, diagnosis sering dibuat berdasarkan tanda klinis dan gejala saja.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyinggung bahwa diagnosis berdasarkan tanda klinis dan gejala bukan tanpa tantangan, yang paling umum adalah rawan kesalahan. Kekhawatiran ini ketika menegaskan bahwa masalah kesehatan mungkin diperparah oleh satu sisi variasi keahlian dan sumber daya fasilitas kesehatan seperti peralatan laboratorium dan alat tes yang diperlukan untuk mendiagnosis penyakit (WHO (World Health Organization), 2016).
Semarang, jatengprov.go.id, 11 April 2020, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah meminta warga waspada akan penyakit demam berdarah dengue (DBD). Pasalnya, hingga akhir Maret 2020 sudah ada 2.115 kasus di provinsi ini, 40 orang di antaranya meninggal dunia. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yulianto Prabowo. Menurutnya, Jateng dan Indonesia pada umumnya adalah wilayah tropis yang rentan terhadap penyakit ini. Saat ini, ada sembilan wilayah di Jateng dengan kasus DBD tinggi. Peringkat pertama adalah Kabupaten Cilacap dengan 216 penderita dan korban meninggal tiga orang, Kota Semarang ada 154 penderita, dua diantaranya meninggal dunia. Selanjutnya, Kabupaten Jepara yang tercatat 136 penderita, dengan satu orang meninggal. Urutan ke empat adalah Kabupaten Banyumas dengan 132 kasus tiga meninggal dunia, Kabupaten Klaten menyusul dengan 131 penderita meninggal tiga orang. Disusul Kabupaten Kebumen dengan 124 kasus empat orang meninggal dunia, kemudian Kabupaten Purbalingga dengan 99 penderita dua orang meninggal, Kabupaten Brebes ada 87 kasus DBD dua meninggal. Terakhir, Kabupaten Banjarnegara dengan 62 kasus tiga meninggal dunia (Diskominfo Jateng, 2020).
Melihat betapa berbahayanya demam berdarah, beberapa peneliti telah melakukan penelitian untuk membantu dokter agar hasil diagnosis demam berdarah lebih efisien, akurat, dan murah bagi semua pasien. Peneliti memanfaatkan teknik pengolahan citra dan machine learning untuk mengolah citra darah yang diambil dari pasien yang terindikasi terkena penyakit demam berdarah (Tantikitti dkk, 2015) (Poornima & Krishnaveni, 2016) (Deshmukh dkk, 2017). Penelitian yang sudah dilakukan belum menghasilkan hasil diagnosis yang akurat dalam mendiagnosis penyakit demam berdarah. Maka perlu dilakukan penelitian baru untuk meningkatkan akurasi diagnosis penyakit demam berdarah.
Rose Nakasi dan kawan kawan pada tahun 2020 telah melakukan penelitian diagnosis malaria berbasis website dalam apusan darah kental. Dalam penelitiannya menggunakan pendekatan deep learning algoritma computer vision pada model Faster R-CNN. Dimana dalam penelitiannya menghasilkan rata-rata presisi di atas 90%. Sistem prototipe ini juga dapat dengan cepat menampilkan hasil diagnosa yang menggambarkannya kelayakan untuk situasi lapangan terpencil atau rumah sakit yang masih kurang dalam fasilitasnya (Nakasi dkk, 2020).
Dari penelitian sebelumnya, ditemukan adanya korelasi dalam
mendeteksi demam berdarah yang menerapkan metode pendekatan deep learning lalu diaplikasikan ke dalam sistem berbasis website. Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa perlu melakukan penelitian sejenis dengan metode, data, dan teknologi website yang berbeda. Pada penelitian ini, akan dilakukan diagnosis Demam Berdarah dengan pendekatan deep learning teknik visi komputer berbasis website yang menggunakan data citra sel darah.
Munculnya teknologi website dan teknik visi komputer yang melampaui kemampuan manusia dalam mendeteksi penyakit berpotensi meningkatkan kesehatan masyarakat. Dimana sistem berbasis website ini dapat menawarkan perawatan kesehatan yang dapat dibutuhkan kapan saja dan dari mana saja (Maity dkk, 2012). Dari hal tersebut misalnya diagnosis dari tempat jauh berpotensi meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat.
Teknologi berbasis website digunakan sebagai platform untuk memudahkan dan dalam penyebaran interpretasi informasi diagnosis oleh pengguna (teknisi lab) dengan tepat (Nakasi dkk, 2020). Integrasi sistem berbasis website dan visi komputer yang memiliki model deteksi akan menguntungkan teknisi laboratorium yang ingin mencapai hasil yang didukung keputusan. Bisa dikatakan penggunaan sistem ini dapat membantu staf laboratorium mencapai konsistensi dalam diagnosis dengan memfokuskan konsentrasi pada bagian-bagian gambar darah yang kemungkinan besar mengandung sel-sel yang dibutuhkan, juga dapat membantu meringankan kelelahan operator dan meningkatkan pendeteksian.
Untuk membuat website dimana dalam membuat model prediksi dibutuhkan data yang cukup untuk mendapatkan model yang tinggi tingkat akurasinya. Penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan berupa citra digital sediaan darah. Dimana data tersebut diperoleh dengan kamera Optilab yang terpasang pada lensa okuler mikroskop. Pengambilan data dilakukan dengan ahli hematologi dari Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono Soekarjo. Untuk melakukan prediksi pada penelitian ini akan digunakan deep Learning dengan algoritma convolutional neural network (CNN) atau jaringan saraf tiruan berbasis website dengan nama E-DHF (Aplikasi Deteksi Demam Berdarah Menggunakan Deep Learning).
Dapat diputuskan bahwa dengan menggunakan metode deep learning dengan algoritma CNN berbasis website untuk mendiagnosis Demam Berdarah, membantu tim kesehatan terutama di daerah endemik tinggi dan daerah terpencil untuk mendiagnosis Demam Berdarah secara efisien, cepat, akurat, dan tepat waktu.
Keunggulan yang ditawarkan dari E-DHF yaitu :
Nama | : | Indra Alan Nugroho |
Alamat | : | Jalan Merdeka, Kelurahan Pasuruhan, Kecamatan Binangun, Kabupaten Cilacap |
No. Telepon | : | 081548199338 |