Indonesia menduduki puncak sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Posisi ini membuka peluang besar dalam pengembangan energi terbarukan, salah satunya adalah biodiesel. Minyak sawit diolah menjadi biodiesel, menawarkan alternatif energi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar fosil. Di sisi lain, minyak goreng bekas (jelantah) menimbulkan dilema lingkungan dan kesehatan. Limbah jelantah yang tidak dikelola dengan tepat dapat mencemari tanah dan air, serta membahayakan kesehatan jika digunakan kembali untuk memasak.
Konversi jelantah menjadi biodiesel menawarkan solusi inovatif untuk mengatasi permasalahan limbah minyak goreng bekas dan sekaligus menghasilkan energi terbarukan yang ramah lingkungan. Penelitian sebelumnya menemui kendala pada tingginya kandungan asam lemak bebas dalam jelantah, yang menghambat proses konversi menjadi biodiesel. Namun, hambatan ini dapat diatasi dengan teknik esterifikasi menggunakan katalis asam. Esterifikasi merupakan proses kimia yang mengubah asam lemak bebas jelantah menjadi ester.
inovasi ini mengusulkan metode konversi jelantah menjadi biodiesel melalui esterifikasi dengan dua jenis katalis asam: homogen (asam sulfat) dan heterogen (zeolit dan lempung teraktivasi asam). Hasilnya menunjukkan konversi mencapai 80% dengan katalis asam homogen dan 92% dengan katalis asam heterogen. Temuan ini menunjukkan bahwa konversi jelantah menjadi biodiesel dengan esterifikasi katalis asam merupakan solusi inovatif. Metode ini efektif dalam menghasilkan biodiesel berkualitas, sekaligus mengatasi permasalahan jelantah dan menyediakan energi terbarukan yang ramah lingkungan.
Inovasi ini membuka jalan bagi pengembangan teknologi konversi jelantah menjadi biodiesel yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Diharapkan, biodiesel dari jelantah dapat menjadi sumber energi yang signifikan di Indonesia, sekaligus berkontribusi dalam mengurangi pencemaran lingkungan dan emisi gas rumah kaca.
Potensi used cooking oil (UCO) atau minyak jelantah di kota besar area Jawa-Bali mencapai 207.170,65 Kiloliter (KL) per tahun. Jumlah tersebut berdasarkan riset yang dilakukan lembaga kajian Traction Energy Asia pada rumah tangga dan unit usaha mikro. Jabodetabek menjadi kontributor terbesar dengan potensi UCO mencapai 154 ribu KL, diikuti Bandung dengan besaran sekitar 25 ribu KL, Surabaya hampir 14 ribu KL, Bali sekitar 4 ribu KL, Surakarta dan Yogyakarta, masing-masing di kisaran 3 ribu KL, dan Semarang 2.200 KL. Pemetaan potensi UCO yang dilakukan Traction, merupakan bagian dari riset tentang potensi dan dampak pemanfaatan biodiesel berbahan baku minyak jelantah. Dari estimasi nasional, minyak jelantah dari rumah tangga dan unit usaha mikro itu sekitar 1,2 juta KL/ tahun setara dengan 10 persen alokasi pengadaan BBN tahun 2022. Data tersebut belum dilakukan pengumpulan ke usaha kecil, sedang, dan besar, hotel dan kafe.Perkembangan pesat ini didorong oleh kebijakan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan penggunaan biofuel (biodiesel dan bioetanol) menjadi 5% dari total energi di Indonesia pada 2025. Jika 13,000 liter minyak jelantah yang dibuang di kota-kota dengan jumlah populasi penduduk padat semuanya diolah menjadi biodiesel, akan dihasilkan lebih dari 10,000 liter biodiesel yang dapat digunakan untuk ratusan kendaraan diesel seperti truk. Sebagian besar produksi biodiesel di Indonesia masih berasal dari feedstock minyak kelapa sawit. Kelapa sawit sendiri adalah bahan baku yang digunakan banyak industri, tidak hanya biodiesel saja. Maka dengan menggunakan kelapa sawit untuk produksi biodiesel, akan terjadi kompetisi antar industri.
Pengembangan biodiesel dari minyak jelantah menghadirkan solusi inovatif untuk mengatasi permasalahan ini. Minyak jelantah diolah menjadi biodiesel, mengubah limbah menjadi produk bernilai guna. Proses ini bermanfaat bagi kelestarian lingkungan dan menghasilkan energi terbarukan. Kelebihan utama dari memproduksi biodiesel menggunakan feedstock minyak jelantah adalah
1) presentase pengurangan emisi CO2 nya paling tinggi, mencapai 86%, dibandingkan solar biasa dan
2) harga feedstock yang sangat murah. Dibandingkan minyak sawit, harga minyak jelantah jauh lebih murah.
Dari aspek teknis, secara umum trigliserida yang ada dalam minyak jelantah akan bereaksi dengan alkohol, dibantu katalis asam/basa, menghasilkan biodiesel (metil ester) dan gliserin. Alkohol yang umum digunakan adalah metanol. Katalis yang digunakan adalah NaOH. Tahapan proses dimulai dari pretreatment bahan baku minyak jelantah, lalu reaksi kimia trans-estrifikasi, dan tahap terakhir pemisahan. Meskipun terlihat sederhana, namun ada pula beberapa tantangan yang perlu dihadapi dalam proses pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel. Tantangan utamanya adalah mengenai pasokan minyak jelantah yang fluktuatif. Minyak jelantah dikumpulkan dari pengusaha makanan, dimana seringkali suplainya tidak menentu. Tantangan berikutnya adalah dari segi kualitas feedstock minyak jelantah yang berbeda-beda, bergantung penyuplainya. Rata-rata kualitas minyak jelantah mempunyai kualitas rendah, dimana kandungan asam lemak bebas (FFA) di atas 5%.
Biodiesel minyak jelantah memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan solar fosil, antara lain:
Nama | : | Afrizal Abdi Musyafiq |
Alamat | : | Perumahan BPTW Blok Q16 RT.05/14 Tritih Lor Jeruklegi Cilacap |
No. Telepon | : | 085692515882 |