KIT OPTIK BERBASIS BURIED WAVEGUIDE UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA

Hasil studi Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa kompetensi literasi sains di Indonesia masih rendah. Salah satu faktor penyebabnya adalah adanya keterbatasan media pembelajaran yang mendukung proses pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan pengembangan alat peraga, khususnya pada materi pembiasan cahaya untuk meningkatkan literasi sains siswa. Alat peraga yang dikembangkan merupakan alat peraga digital yang dilengkapi dengan 2 jenis modul waveguide, yaitu satu buah modul dengan variasi bentuk struktur core, serta satu buah modul dengan variasi nilai indeks bias core. Pengembangan alat peraga dilakukan menggunakan metode research and development (R&D) tipe 3D, dengan desain pre-experimental design dalam bentuk one-group pretest-posttest design. Hasil uji kelayakan alat peraga menunjukkan bahwa alat peraga tersebut sangat layak untuk digunakan dalam pembelajaran, dimana hasil pengujian waveguide secara empiris menunjukkan bahwa waveguide dapat berfungsi mentransmisikan cahaya dengan baik, persentase kelayakan rata-rata pada uji validitas ahli mencapai 87,5%, serta persentase kelayakan rata-rata uji skala kecil mencapai 83,5%. Sementara itu, skor N-Gain yang didapat adalah 0,59. Hal tersebut menandakan bahwa efektivitas penggunaan alat peraga masuk ke dalam kategori sedang, yang artinya cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga yang dikembangkan dapat dijadikan solusi dalam mengatasi rendahnya kemampuan literasi siswa di Indonesia.

Kata Kunci: Alat Peraga, Literasi Sains, Waveguide

Hasil studi Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang dirilis pada hari Selasa, 3 Desember 2019, menilai bahwa kompetensi literasi sains di Indonesia masih rendah. Berdasarkan hasil studi tersebut, peringkat PISA Indonesia tahun 2018 menurun apabila dibandingkan dengan hasil PISA sebelumnya. Pada dasarnya studi ini dilakukan dengan cara membandingkan kemampuan matematika, membaca, dan kinerja sains setiap anak yang ada di berbagai negara. Adapun sampel pada studi tersebut berjumlah 600.000 anak berusia 15 tahun dari 79 negara. Sejak tahun 2000-2018, hasil skor PISA Indonesia, khususnya terkait kinerja sains selalu di bawah skor rata-rata internasional. Bahkan pada tahun 2018, kinerja sains Indonesia berada di peringkat 6 dari bawah (74), dengan skor rata-rata 396. Sementara itu, peringkat satu diduduki oleh China dengan skor rata-rata 590 (OECD, 2019).

Sejauh ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menganalisis penyebab rendahnya literasi sains di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Sumarti et al., (2015) menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab rendahnya literasi sains di Indonesia adalah adanya keterbatasan media pembelajaran yang mendukung proses pembelajaran. Penggunaan media atau alat peraga dalam proses pembelajaran memang berpengaruh terhadap kemampuan literasi sains (Kelana, 2018). Sudah banyak penelitian yang melakukan usaha peningkatan literasi sains dengan cara menerapkan pembelajaran berbantuan media atau alat peraga yang sesuai. Winarni dan Purwandari (2019) melakukan penelitian pengembangan alat peraga dengan membuat sebuah aplikasi berbasis android. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa media pembelajaran yang dibuat terbukti memiliki efektivitas yang tinggi dalam meningkatkan literasi sains dengan N-Gain sekitar 0,8. Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Yuniar et al., (2020), yang mana media pembelajaran berupa scrapbook untuk materi fluida statis yang dikembangkan mampu meningkatkan literasi sains.

Mata pelajaran fisika di Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat pada dasarnya merupakan bagian dari mata pelajaran ilmu pengetahuan alam yang sejauh ini ditakuti siswa karena dianggap sulit. Dalam pembelajaran fisika dibutuhkan berbagai cara yang efektif untuk dapat meningkatkan literasi sains, termasuk dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat. Kehadiran media pembelajaran dapat membantu mempermudah siswa dalam memahami suatu konsep tertentu, terutama konsep fisika yang bersifat abstrak. Dengan bantuan alat peraga, konsep abstrak yang ada akan dapat dipahami dan dimengerti lebih mudah karena dapat ditanamkan pada tingkat-tingkat yang lebih rendah.

Salah satu konsep abstrak dalam fisika yang dirasa cukup sulit bagi para siswa adalah materi optik, khususnya terkait pembiasan cahaya. Hal tersebut dibuktikan dengan masih ditemukannya miskonsepsi mengenai konsep pembiasan cahaya, seperti yang dinyatakan dalam penelitian Rozaq et al., (2013) dan Andriana et al., (2014). Kesulitan yang dialami siswa tersebut dikarenakan pada umumnya proses pembiasan cahaya merupakan fenomena mikroskopis yang tidak dapat diamati secara langsung menggunakan mata telanjang. Selain itu, proses pembelajaran di beberapa sekolah yang cenderung monoton juga semakin mempersulit siswa dalam memahami konsep yang diajarkan.

Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di SMKN 2 Wonosobo menunjukkan bahwa pembelajaran fisika pada materi pembiasan sejauh ini dilakukan menggunakan metode ceramah. Pada dasarnya metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan pada sekolah-sekolah di Indonesia. Karakteristiknya yang mudah diterapkan, yang mana guru menerangkan lalu siswa mendengarkan, menjadikan metode ini sebagai metode andalan bagi guru terutama dalam hal mempersingkat waktu. Sayangnya metode ini dinilai membosankan sehingga menjadikan proses transfer ilmu dari guru kepada siswa berlangsung kurang maksimal, seperti apa yang dirasakan oleh siswa-siswa di SMKN 2 Wonosobo. Metode ceramah sebetulnya masih diperlukan dalam pembelajaran, hanya saja perlu dikombinasikan dengan metode lain agar berdampak lebih maksimal pada siswa. Sementara itu, apabila dilihat dari segi sarana dan prasarana, ternyata tidak tersedia alat peraga yang memadai untuk menerangkan materi pembiasan di SMKN 2 Wonosobo. Dengan demikian perlu dilakukan pengembangan suatu alat peraga sebagai media pendukung dalam pembelajaran berbasis metode ceramah, agar pembelajaran fisika khususnya pada materi pembiasan di SMKN 2 Wonosobo dapat berlangsung lebih menarik dan memaksimalkan proses transfer ilmu yang terjadi.

Sejauh ini, penelitian pengembangan alat peraga mengenai optik sudah pernah dilakukan. Oktafiani et al., (2017) mengembangkan alat peraga optik yang dikenal dengan nama AP-KOS. Akan tetapi, alat tersebut masih belum bisa digunakan untuk menunjukkan peristiwa pemantulan sempurna. Sementara itu, Fitriyah et al., (2018) mengembangkan alat praktikum pembiasan cahaya yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Meskipun hasil validasi ahli menyatakan bahwa alat praktikum tersebut layak digunakan, akan tetapi alat praktikum tersebut dinilai kurang kontekstual karena hanya berupa laser, busur derajat, serta tempat medium yang dirangkai dalam sebuah statif secara sederhana. Model serupa juga pernah dikembangkan oleh Srisawasdi dan Kroothkeaw (2014) dengan berbantuan aplikasi physics education technology (PhET). Dengan demikian, selain kurang kontekstual, media pembelajaran yang dikembangkan oleh Srisawasdi dan Kroothkeaw (2014) tersebut juga membutuhkan komputer dalam penggunaanya.

Berdasarkan pemaparan tersebut maka peneliti mengembangkan suatu alat peraga optik, khususnya terkait konsep pembiasan cahaya untuk meningkatkan literasi sains fisika siswa. Alat peraga tersebut dirancang untuk konsep alat peraga yang kontekstual. Terkait hal tersebut, maka dipilih waveguide sebagai komponen utama pada pengembangan alat peraga ini. Hal tersebut dikarenakan pada dasarnya fenomena optik seperti pemantulan cahaya, pembiasan cahaya, pengaruh indeks bias, dan teori fundamental optik lainnya dapat diamati pada proses penjalaran cahaya di dalam teknologi waveguide.

Pada penelitian ini, alat peraga yang dikembangkan disajikan dalam bentuk satu set alat peraga berbasis digital (pusat kendali alat diatur menggunakan mikrokontroler) yang mana dilengkapi dengan buku petunjuk penggunaannya. Alat peraga tersebut dirancang memiliki 2 jenis modul waveguide, yaitu satu buah modul waveguide dengan variasi bentuk struktur core, serta satu buah modul waveguide dengan variasi nilai indeks bias core. Dalam hal ini, kedua modul waveguide difabrikasi menggunakan material core berupa limbah Expanded Polystyrene (EPS) dan material cladding berupa Polymethyl Methacrylate (PMMA). Adapun luaran data pada alat peraga digital adalah data intensitas cahaya (dB) yang dapat dilihat secara langsung oleh siswa di layar LCD.

Adapun beberapa keunggulan dari produk ini adalah sebagai berikut:

1. Cara perawatan alat mudah.

Dikarenakan pada alat ini terdapat beberapa komponen elektronik yang tidak bisa terkena air (karena dapat mengakibatkan konsleting listrik), maka perawatan alat cukup dibilas menggunakan kain kering atau tisu kering.

2. Mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain (fleksibel).

Hal tersebut dikarenakan desain alat peraga yang simpel dan sederhana, yang mana dikemas dalam sebuah kotak hitam.

3. Tidak harus selalu terhubung dengan aliran listrik eksternal.

Hal tersebut disebabkan oleh sistem catu daya alat peraga yang menggunakan baterai lithium yang dapat dicas ulang apabila dayanya habis. Dengan demikian alat ini tetap dapat digunakan di suatu ruangan yang tidak memiliki sumber listrik (stop kontak) atau bahkan saat mati listrik.

4. Mengurangi limbah anorganik.

Hal tersebut dikarenakan material ini waveguide terbuat dari limbah EPS, yang mana termasuk limbah anorganik yang tidak dapat terurai secara alami.

5. Cenderung aman.

Hal tersebut dikarenakan menggunakan tegangan rendah, dan waveguide mentransmisikan gelombang dalam bentuk cahaya bukan listrik.

6. Sangat layak digunakan dalam pembelajaran

Hasil uji validitas ahli dan skala kecil menunjukkan bahwa alat peraga masuk dalam kategori sangat layak untuk digunakan, dengan persentase rata-rata yang diperoleh sebesar 87,5% dan 83,5%.

7. Cukup efektif dalam meningkatkan kemampuan literasi sains.

Berdasarkan uji skala besar, efektivitas penggunaan alat peraga termasuk ke dalam kategori sedang, serta dinilai cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Adapun persentase skor N-Gain yang diperoleh adalah sebesar 59,29%.

Nama : Mei Suhantoro
Alamat : RT 2, RW 2, Dusun Wonojoyo, Desa Bomerto, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Wonosobo, 56318
No. Telepon : 088216475287