Sebagai calon guru di masa depan, mahasiswa PGMI UNSIQ menghadapi berbagai tantangan yang harus diselesaikan supaya kelak dapat menjadi guru yang adaptif dan sesuai dengan zamannya. Sebagian besar masalah yang dihadapi mahasiswa PGMI UNSIQ berkaitan dengan keterampilan 4C dan literasi. Pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik (student centered learning) menjadi kebutuhan mahasiswa saat ini. Sistem perkuliahan idealnya tidak didominasi dengan ceramah atau presentasi mandiri tanpa umpan balik.
PjBL berbasis multiliterasi merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi mahasiswa PGMI UNSIQ. Melalui PjBL berbasis multiliterasi, mahasiswa dapat mengeksplorasi informasi menjadi gagasan baru, kreativitas berkarya, semangat berkarya, serta mempublikasikan karya kepada khalayak umum.
Hasil penelitian terkait penerapan PjBL berbasis multiliterasi bagi mahasiswa PGMI UNSIQ menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berinovasi dan kreativitas terlihat dari besar peningkatan antar siklus yaitu sebesar 7,88% (kemampuan berinovasi) dan 6,88% (kreativitas). Selain itu, PjBL berbasis multiliterasi juga dapat meningkatkan antusiasme mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan. Sebesar 58% mahasiswa sangat antusias mengikuti perkuliahan dan sisanya merasa antusias. Sebagian besar mahasiswa juga memberikan umpan balik positif dalam penerapan PjBL berbasis multiliterasi.
Integratif Workshop: PjBL berbasis Multiliterasi menjadi sarana yang tepat untuk memberikan pelatihan dan pendampingan berkaitan dengan penerapan PjBL berbasis multiliterasi di berbagai jenjang sekolah, terutama perguruan tinggi. Selain memberikan pelatihan dan pendampingan, peserta integratif workshop juga mendapatkan buku referensi untuk memudahkan dalam proses belajar selama mengikuti kegiatan. Integratif Workshop: PjBL berbasis Multiliterasi menyasar calon guru (mahasiswa keguruan) dan guru-guru di berbagai tingkat pendidikan mulai pendidikan dasar hingga menengah, serta dosen-dosen di perguruan tinggi.
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 4b menyatakan bahwa salah satu fungsi Pendidikan Tinggi adalah mengembangkan civitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma (Anonim, 2012). Perguruan Tinggi mengambil peran penting dalam mewujudkan cita-cita pendidikan nasional yang dapat dilakukan dalam lingkup pengajaran, penelitian, maupun pengabdian kepada masyarakat. Salah satu wujud keberhasilan Perguruan Tinggi dalam menjalankan fungsinya tercermin dari kualitas (outcome) mahasiswa. Mahasiswa sebagai salah satu elemen civitas akademika Perguruan Tinggi sekaligus agent of change hendaknya mempunyai kemampuan dalam berinovasi, berdaya saing, terampil, dan kreatif (Elbadiansyah, 2018). Kemampuan-kemampuan tersebut sangat diperlukan supaya mahasiswa dapat menjadi bagian dari agen pembaharu dan perubahan bagi pembangunan bangsa.
Kreativitas menjadi salah satu keterampilan yang dibutuhkan saat ini. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi (IPTEKS) yang demikian cepat membuat warga dunia berlomba-lomba menciptakan inovasi. Artificial Intelligent (AI) atau kecerdasan buatan menjadi tren kecanggihan teknologi saat ini. AI dapat ditemukan di berbagai bidang kehidupan, baik di sosial media, pendidikan, kesehatan, keuangan, maupun bidang-bidang lainnya. AI dinilai sangat cerdas sehingga ia bisa tahu banyak hal melebihi kemampuan manusia dalam mengingat pengetahuan, memecahkan masalah, beradaptasi maupun belajar (Manongga et al., 2022). Bahkan Stephen Hawking mengatakan, apabila AI ini tidak terkendali, maka ia bisa berbalik menjadi musuh bagi manusia (Malau & Brake, 2022). Oleh karena itu, pendidikan saat ini hendaknya tidak lagi hanya berupa transfer pengetahuan, namun mengasah keterampilan yang tidak dimiliki oleh AI, yaitu kreativitas. Kreativitas perlu menjadi bagian penting dalam sistem pembelajaran di tingkat dasar hingga perguruan tinggi (Doringin et al., 2020).
Program studi PGMI (Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah) menjadi salah satu program kependidikan untuk menyiapkan calon-calon guru di tingkat dasar. Mahasiswa calon guru harus siap dalam menghadapi tantangan guru abad 21. Lima kategori keterampilan guru abad 21 menurut International Society for Technology in Education, yaitu: 1) memfasilitasi, menginspirasi belajar, dan kreativitas siswa; 2) merancang, mengembangkan pengalaman belajar dan asesmen era digital; 3) menjadi model cara bekerja dan belajar di era digital; 4) mendorong, menjadi masyarakat dan model tanggung jawab digital; dan 5) berpartisipasi dalam pengembangan dan kepemimpinan profesional (Daryanto & Karim, 2017). Oleh karena itu, mahasiswa harus mempunyai kemampuan berinovasi dan berkreasi yang mumpuni sebagai kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh guru di abad 21 (Tarihoran, 2019). Mahasiswa calon guru harus peka dalam melihat fenomena sosial yang ada, sehingga fenomena tersebut menjadi landasan dalam membuat inovasi-inovasi pembelajaran yang tentu bermanfaat bagi peserta didik.
Pada kenyataannya mahasiswa menghadapi berbagai permasalahan dalam mewujudkan kreativitas dan inovasi. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan pada mahasiswa PGMI UNSIQ semester dua, didapatkan data yaitu: 1) mahasiswa mempunyai pola pikir instan (27%); 2) kemampuan literasi membaca mahasiswa rendah (45%); 3) lebih menyukai tugas individual (10%); 4) kesulitan mengemukakan gagasan kreatif (40%); serta 5) bimbingan masih dibutuhkan (85%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat tiga masalah yang dihadapi oleh sebagian besar mahasiswa, yaitu kebutuhan mahasiswa dalam memeroleh bimbingan selama menyelesaikan proyek, mahasiswa kesulitan dalam mengemukakan gagasan kreatif serta kemampuan literasi yang rendah terutama literasi membaca. Masalah-masalah tersebut mengakibatkan mahasiswa kurang terampil dalam menyelesaikan masalah secara kreatif. Hasil catatan lapangan pra penelitian menunjukkan setidaknya terdapat empat faktor yang menyebabkan kemampuan kreativitas dan inovvasi mahasiswa belum optimal. Faktor-faktor tersebut meliputi: 1) iklim akademis yang kurang mendukung baik dari sudut pandang pengajaran, organisasi mahasiswa, maupun pengembangan diri; 2) ruang kreasi yang kurang, mahasiswa tidak diberi ruang dan fasilitas untuk berkreasi misalnya melalui kegiatan-kegiatan hibah penelitian dan pengabdian untuk mahasiswa. Mahasiswa hanya mengandalkan kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang bersifat nasional dan sangat selektif; 3) bimbingan dari dosen yang kurang optimal, sebagian besar dosen kurang peduli dengan pencapaian mahasiswa; serta 4) mahasiswa kurang mendapatkan apresiasi atas kerja kerasnya dalam mengerjakan sesuatu.
Penelitian berkaitan dengan kreativitas dan inovasi mahasiswa juga dilakukan di beberapa universitas. Penelitian pada mahasiswa PGSD Universitas Kristen Satya Wacana menunjukkan bahwa mahasiswa kesulitan dalam menyelesaikan masalah (64,06%) dan kesulitan mencari alternatif penyelesaian masalah (53,13%) (Anugraheni, 2020). Kesulitan mahasiswa dalam mencari alternatif permasalahan disebabkan karena mahasiswa terbiasa berpikir konvergen, yaitu mencari satu jawaban yang paling tepat dari sebuah pertanyaan, berdasarkan informasi yang sudah ada (Fatmawati, 2011).
Mahasiswa kesulitan memecahkan masalah kreatif dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut diantaranya: 1) mahasiswa tidak terbiasa menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan berpikir kritis, 2) mahasiswa kurang kreatif dalam memilih atau mencari strategi yang tepat sesuai dengan permasalahan yang diberikan, dan 3) mahasiswa kurang teliti dalam menyelesaikan permasalahan (Anugraheni, 2020). Proses perkuliahan mempunyai peranan penting dalam menstimulasi kreativitas mahasiswa. Model Teacher Centered Learning (TCL) cenderung membuat mahasiswa menjadi pasif dan kreativitas tidak terbangun, sehingga pembelajaran di perguruan tinggi diarahkan pada model Student Centered Learning (SCL) (Ardian & Munadi, 2016)
Salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam bernovasi dan berkreasi adalah melalui penerapan model pembelajaran berbasis proyek atau Project Based Learning (PjBL). Proyek didasarkan dari pertanyaan esensial yang harus dijawab oleh mahasiswa. Umumnya pertanyaan esensial ini membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal inilah yang membedakan proyek dengan tugas pada umumnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di berbagai negara, PjBL dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan apabila diterapkan pada mahasiswa calon guru, yaitu meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan meningkatkan kesadaran objek pembelajar (Kokotsaki et al., 2016).
Keterampilan abad 21, seperti kreativitas dan berpikir kreatif dapat berkembang melalui penerapan pembelajaran berbasis proyek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PjBL dapat membantu mahasiswa prodi pendidikan matematika di sebuah universitas swasta dalam membuat bahan ajar inovatif (Zakiah et al., 2020). Keterampilan abad 21 lainnya yang meningkat adalah kemampuan memecahkan masalah dan berpikir kritis. Tahapan PjBL membantu mahasiswa dalam mengumpulkan dan memroses informasi sehingga kemampuan berpikir dapat terbangun (Susanto et al., 2020). PjBL dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa, karena beberapa alasan, yaitu: 1) menekankan pada pembelajaran berbasis kontekstual; 2) meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam melakukan pemecahan masalah bermakna; 3) mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri; dan 4) menghasilkan produk/karya nyata (Putra & Purwasih, 2015). Penerapan MBKM pada kurikulum pendidikan tinggi, mengantarkan mahasiswa dalam era merdeka belajar. Penerapan PjBL ini sangat sesuai untuk mewujudkan era Merdeka belajar bagi mahasiswa, karena PjBL dapat memfasilitasi mahasiswa dalam berpikir kritis serta menghasilkan ragam produk/karya kreatif (Sari & Angreni, 2018; Wicaksana & Sanjaya, 2022). Berdasarkan temuan-temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa PjBL dapat meningkatkan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam menjawab tantangan abad 21. Di antara temuan-temuan tersebut, belum ada penelitian tentang penerapan PjBL yang terintegrasi dengan kegiatan literasi, padahal literasi juga menjadi elemen penting dalam menjawab tantangan abad 21. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kecakapan literasi digital guru dan kreativitas dalam mengajar (Wajdi et al., 2021). Sebagai upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul pada mahasiswa PGMI UNSIQ, maka PjBL ini dikolaborasikan dengan pembelajaran multiliterasi. Dalam proses pengerjaan proyek maupun hasilnya mahasiswa harus melibatkan beberapa literasi dasar seperti literasi membaca, menulis, numerasi, sains, digital, finansial, kebudayaan dan kewargaan. PjBL berbasis multiliterasi dinilai dapat membantu mahasiswa untuk membuat inovasi yang lebih luas sekaligus mengembangkan kreativitas secara lebih luas.
Berdasarkan permasalahan tersebut, PjBL berbasis multiliterasi dikaji secara lebih mendalam melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Hasil penelitian menunjukkan PjBL berbasis multiliterasi merupakan inovasi pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berinovasi dan kreativitas mahasiswa. Peningkatan kemampuan berinovasi dan kreativitas terlihat dari besar peningkatan antar siklus yaitu sebesar 7,88% (kemampuan berinovasi) dan 6,88% (kreativitas). Rata-rata skor peningkatan kemampuan berinovasi pada siklus satu dan dua yaitu sebesar 1,26 dan kreativitas sebesar 1,65. Selain itu, PjBL berbasis multiliterasi juga dapat meningkatkan antusiasme mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan. Sebesar 58% mahasiswa sangat antusias mengikuti perkuliahan dan sisanya merasa antusias. Sebagian besar mahasiswa memberikan umpan balik positif dalam penerapan PjBL berbasis multiliterasi. Hasil penelitian tersebut menjadi dasar dalam menyusun program yang lebih berdampak melalui Integratif Workshop: PjBL berbasis Multiliterasi. Melalui program tersebut, PjBL berbasis literasi dapat dikenal secara lebih luas sehingga peningkatan kemampuan berinovasi dan kreativitas peserta didik dapat dirasakan di berbagai jenjang pendidikan.
PjBL berbasis multiliterasi merupakan inovasi model pembelajaran yang unik. PjBL tidak hanya berfokus pada produk yang dihasilkan oleh mahasiswa. Namun diiringi dengan kegiatan literasi yang terinternalisasi dalam tahap-tahap PjBL. Pembelajaran multiliterasi mendorong mahasiswa belajar bermakna sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir seperti mengkritisi, menganalisis, mengevaluasi, dan mengomunikasikan informasi (Khoimatun & Wilsa, 2021). Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini digunakan untuk menyelesaikan masalah atas pertanyaan esensial yang diajukan. Dalam menyusun proyek, mahasiswa diberikan kemerdekaan untuk berkarya. Mahasiswa boleh membuat produk apa saja yang sesuai dengan minat, asal sesuai dengan pertanyaan esensial. Dampaknya karya yang dihasilkan oleh mahasiswa merupakan karya yang beragam, sehingga menyentuh keberagaman elemen literasi pula. Hal ini tentu sesuai dengan konsep Kampus Merdeka di mana mahasiswa diberikan tantangan untuk mengembangkan kapasitas, kepribadian, inovasi, kreativitas serta kemandirian dalam menemukan pengetahuan (Sopiansyah et al., 2022).
Penerapan PjBL berbasis multiliterasi ini sesuai dengan penerapan Student Centered Learning. Terdapat empat karakteristik SCL, yaitu: 1) aktif, interaktif, mandiri, bertanggung jawab terhadap pembelajaran, dan pembelajar sepanjang hayat (long life education); 2) ruang eksplorasi dan transformasi yang luas sehingga mahasiswa mampu mengembangkan potensi yang dimiliki; 3) pembelajaran bersifat kolaboratif, kooperatif, dan kontekstual; dan 4) dosen sebagai fasilitator (Harsono, 2008). PjBL berbasis multiliterasi sesuai dengan SCL, di mana mahasiswa harus berperan aktif dalam perkuliahan. Mahasiswa juga disediakan ruang yang luas untuk menunjukkan kreativitasnya dalam aneka produk yang dibuat. Produk yang dibuat oleh mahasiswa juga menunjukkan ketertarikan, bakat, dan minat mahasiswa terhadap fenomena sosial tertentu. Melalui SCL, mahasiswa menjadi subject atau pelaku aktif dalam pembelajaran baik dalam kegiatan mencari bahan/sumber, membaca buku, maupun mendiskusikan informasi (Widjatmaka & Praptiwi, 2022). Pendekatan SCL sangat sesuai dengan program MBKM, yaitu mahasiswa dapat belajar secara merdeka, berdaya, dan berguna bagi lebih banyak orang.
Keunggulan yang melekat dalam PjBL berbasis multiliterasi ini perlu didiseminasikan dan dilatihkan kepada masyarakat pendidikan demi meningkatkan nilai guna dan kebermanfaatan temuan. Diseminasi ini dikemas dalam bentuk Integratif Workshop, yaitu peserta (calon guru, guru, dan dosen) mendapatkan pelatihan dan pendampingan tentang penerapan PjBL berbasis multiliterasi. Selain itu, peserta juga mendapatkan fasilitas pendukung yaitu buku referensi Guru Abad 21, workshop kit, souvenir, dan sebagainya.
Nama | : | Desty Putri Hanifah |
Alamat | : | Desa Semayu RT 02 RW 02, Selomerto, Wonosobo |
No. Telepon | : | 085740991421 |