Budidaya cacing Lumbricus Rubellus (LR) merupakan salah satu bidang usaha yang telah dipraktekkan oleh kelompok tani sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan ekonominya. Budidaya cacing LR ini dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang banyak tersedia di lingkungan rumah petani di perdesaan. Lahan yang tidak terpakai ini dimanfaatkan untuk budidaya cacing LR, dilakukan di sela waktu mengerjakan bidang pertanian. Setelah berproses dalam budidaya, para peternak menghasilkan cacing LR yang dijual kepada pembeli, untuk pakan ikan. Dari berbagai hasil penelitian terdahulu, cacing LR memiliki kandungan protein yang paling tinggi, bahkan lebih tinggi daripada ikan. Hal ini berarti cacing LR bisa dimanfaatkan sebagai bahan makanan berprotein tinggi. Temuan ini gayut dengan kejadian stunting yang masih tinggi di Kabupaten Temanggung, yang saat ini sedang ditangani serius oleh berbagai pihak lewat pemberian makanan tambahan yang dikelola lewat gerakan "Bapak Asuh". Produksi tepung cacing LR ini merupakan peluang besar bagi peternak cacing LR untuk meningkatkan pendapatan, sekaligus ikut berpartisipasi dalam upaya percepatan penurunan stunting dengan memberikan alternatif bahan pangan tinggi protein. Produksi tepung cacing LR memanfaatkan peralatan sederhana, dalam hal pengeringan dan penggilingannya, sehingga mudah diterapkan di rumah. Dari hasil penjualan tepung cacing LR, peternak mendapatkan income yang lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan cacing LR segar. Olahan pangan dengan komposisi cacing LR menjadi alternatif pangan untuk ibu pre natal yang dengan status nutrisi kurang dan anak yang terindikasi stunting. Dengan demikian, adanya produksi tepung cacing LR ini mampu meningkatkan pendapatan para peternak, sekaligus memberikan alternatif bahan pangan tinggi protein untuk mengatasi stunting.
Peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ekonomi lokal perdesaan adalah budidaya cacing tanah. Cacing tanah yang umum dibudidayakan adalah jenis Lumbricus Rubellus (LR). Cacing tanah sesuai jika dikembangkan di perdesaan terutama di daerah pertanian, mengingat budidaya ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai limbah pertanian maupun peternakan. Cacing tanah dapat berkembang dengan menggunakan berbagai media organik seperti kotoran hewan, serbuk jerami, kompos daun, sabut kelapa, jerami padi, serbuk kayu dan lain sebagainya (Pambudi, 2021). Budidaya cacing tanah relatif mudah karena hanya memerlukan media tanpa perlu memberikan pakan. Dengan kemampuan reproduksi cacing tanah yang cepat, cacing tanah dapat cepat dipanen, yaitu 40-60 hari setelah proses penebaran indukan (Pambudi, 2021; Anugrah & Alamsyah, 2021). Lebih lanjut, cacing tanah saat ini telah dimanfaatkan secara luas sebagai pakan ternak seperti ayam dan bebek, pakan ikan, pembuatan kosmetik dan juga obat-obatan.
Dalam dunia pengobatan, cacing tanah telah lama populer digunakan terutama di negara-negara Asia seperti Indonesia, Cina dan Jepang. Cacing tanah sejak lama dipercaya dapat mengobati berbagai penyakit kronis (Trisina et al., 2011). Cacing tanah memiliki kandungan protein cukup tinggi, yaitu 64-76% dari berat kering. Selain itu cacing tanah juga mengandung banyak jenis asam amino (Anhar & Amilah, 2018). Ekstrak cacing tanah secara efektif dapat menghambat bakteri Salmonella Thyposa yang menjadi penyebab penyakit demam thypoid atau sering disebut sebagai typus (Deri, et al., 2015). Eksplorasi lebih mendalam berhasil mengungkap bahwa cacing tanah dimanfaatkan sebagai antimikroba (Popovic, et al., 2005), anti inflamasi (Balamurugan et al., 2009) dan anti kanker (Chen et al., 2007). Kandungan protein cacing tanah lebih tinggi dari sumber protein lain, seperti daging, ikan dan kedelai (Deri et al., 2015). kajian lebih mendalam tentang pemanfaatan cacing tanah sedang dilakukan terutama terkait pemanfaatan cacing tanah untuk mengatasi permasalahan stunting di Indonesia.
Peternak cacing tanah (Lumbricus Rubellus) telah melangsungkan usaha budidaya ini kurang lebih 2 tahun, dan telah terbentuk beberapa kelompok ternak di Kabupaten Temanggung. Dalam pengelolaannya, hasil yang didapatkan adalah penan cacing segar yang kemudian dijual sebagai pakan ikan dan pakan ternak, juga untuk bahan baku jamu dan kosmetik di industri herbal. Hasil penjualan cacing tanah ini ternyata masih bisa ditingkatkan melalui manajemen pasca panen pengolahan produk tepung cacing LR. Pengolahan ini menggunakan cara tradisional, mudah dengan peralatan sederhana, serta bisa dilakukan pada skala rumah tangga. Hasil produk tepung cacing LR lebih tahan lama disimpan untuk kemudian dijual kepada konsumen dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan cacing basah. Selain itu, dari hasil uji kimia kandungan protein tepung cacing LR ini menjadi peluang besar bagi alternatif suplemen bahan pangan untuk mengatasi stunting di Indonesia.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 28 tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia, anak usia 4-6 tahun memerlukan protein harian yang harus tercukupi untuk melakukan aktivitasnya yang semakin tinggi. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) kebutuhan energi protein yang diperlukan adalah 25 g per hari. Makanan sumber protein hewani memiliki asam amino esensial yang lengkap dalam memenuhi kebutuhan protein yang dibutuhkan tubuh. Gangguan pertumbuhan bisa terjadi apabila asam amino ini tidak lengkap dikonsumsi dari makanan (Ernawati, 2016).
Lumbricus Rubellus (LR) merupakan sumber protein hewani tinggi, namun belum dijadikan sebagai bahan aditif pada produk pangan fungsional secara optimal. Apabila dibandingkan dengan olahan biskuit kontrol, nilai gizi biskuit dengan tepung LR telah memenuhi AKG untuk balita usia 4-6 tahun dan berpotensi diterapkan sebagai camilan tinggi protein (Rahmawati, 2021). Tepung cacing tanah memiliki nilai Indeks Asam Amino Esensial (EAAI) sebesar 58,67%. pada penelitian sebelumnya, olahan tepung cacing tanah banyak dipergunakan sebagai bahan aditif pada pakan ikan dan unggas, masih sedikit yang meneliti sebagai bahan substitusi pangan fungsional. tepung cacing tanah digunakan dalam bidang farmasi sebagai obat thypoid, karena adanya aktivitas anti bakteri terhadap Salmonella Thypi (Mulyatno, 2017). komposisi asam amino pada tepung cacing tanah mengandung Lisin 8,69%, Histidin 5,76%, Arginin 3,01%, Threonin 2,29%, Valin 5,12%, Metionin 3,64%, Isoleusin 4,2%, Leusin 4,64%, Sistin 2,51%, Tirosin 3,72% dan Fenilalanin 1,77% (aslamyah, 2013).
Keunggulan inovasi ini adalah tepung cacing LR yang dihasilkan dikontrol kualitas dan bebas bakterinya sejak dalam masa perawatan/budidaya cacing LR. Dengan treatment khusus, penggunaan media yang bebas patogen, serta pakan yang alami, tidak menggunakan kotoran hewan sama sekali akan meningkatkan kualitas cacing LR dan produk tepungnya. Bahan yang digunakan adalah murni caing LR, tanpa campuran jenis lain. Dalam penggunaan media dan makan memanfaatkan produk lokal yang lebih bersifat limbah organik, sehingga berdampak pada pelestarian lingkungan hidup.
Nama | : | Eka Ratnawati |
Alamat | : | Puri Kencana, RT.6/RW.5, Manding, Temanggung |
No. Telepon | : | 082136203549 |