Sampah tekstil dan pakaian merupakan salah satu penyumbang masalah sampah terbesar di dunia. Banyaknya minat remaja dan orang orang dewasa tentang fashion juga mendorong perusahaan-perusahaan untuk membuat lebih banyak baju yang diminati banyak orang serta mengikuti tren yang ada. Hasilnya, banyak baju-baju dari mereka yang tidak terpakai dan akhirnya dibuang. Menumpuknya pakaian tidak terpakai membuat beberapa TPA penuh dan tidak ada lagi tempat penampungan untuk pakaian bekas. Selain itu, limbah pakaian yang dibuang sembarangan pun akan berdampak buruk bagi lingkungan seperti pencemaran tanah dan udara yang dapat memicu berbagai permasalahan kesehatan manusia. Jumlah pakaian bekas yang semakin menumpuk setiap harinya tidak sebanding dengan pengolahan daur ulang atau pembakaran untuk mengurangi limbah pakaian bekas. Akibatnya, penumpukan limbah pakaian bekas yang semakin banyak mengurangi luang lingkup untuk pembuangan limbah pakaian. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran atas suatu gejala setelah mendapatkan perlakuan. Berdasarkan penelitian ini diperoleh simpulan bahwa limbah pakaian bekas dapat diolah menjadi bahan baku berupa bata dekoratif yang lebih aman bagi lingkungan, memiliki nilai seni atau estetika serta dapat mengurangi penumpukan limbah pakaian bekas. Walaupun bata dekoratif menggunakan hampir 60% pakaian bekas sebagai bahan utamanya namun kualitasnya hampir memadai seperti bata lainnya, selain tahan terhadap air bata dekoratif ini juga tahan akan suhu luar yang panas jadi akan aman jika menaruhnya di luar ruangan. Bata dekoratif ini juga mampu menjadi perabot rumah tangga seperti meja, kursi, almari, serta dinding pembatas.
Sampah tekstil dan pakaian merupakan salah satu penyumbang masalah sampah terbesar di dunia. Data di Amerika Serikat saja menyebut 84 persen jenis sampah itu berakhir di TPA karena tak bisa dikelola dengan baik. Laporan terpisah dari World Economic Forum, Net Zero Challenge: The Supply Chain Opportunity, yang dikeluarkan tahun 2021 memasukkan fesyen sebagai salah satu dari delapan rantai pasok yang bertanggung jawab untuk lebih dari 50 persen emisi global. Industri sendiri menyumbang sekitar lima persen emisi global.
Banyaknya minat remaja dan orang orang dewasa tentang fashion juga mendorong perusahaan-perusahaan untuk membuat lebih banyak baju yang diminati banyak orang serta mengikuti tren yang ada. Hasilnya, banyak baju-baju dari mereka yang tidak terpakai dan akhirnya dibuang. Menumpuknya pakaian tidak terpakai membuat beberapa TPA penuh dan tidak ada lagi tempat penampungan untuk pakaian bekas. Selain itu, limbah pakaian yang dibuang sembarangan pun akan berdampak buruk bagi lingkungan seperti pencemaran tanah dan udara yang dapat memicu berbagai permasalahan kesehatan manusia.
Jumlah pakaian bekas yang semakin menumpuk setiap harinya tidak sebanding dengan pengolahan daur ulang atau pembakaran untuk mengurangi limbah pakaian bekas. Akibatnya, penumpukan limbah pakaian bekas yang semakin banyak mengurangi luang lingkup untuk pembuangan limbah pakaian. Melalui riset, kami menemukan bahwa limbah pakaian bekas dapat diolah menjadi bahan baku berupa bata dekoratif yang lebih aman bagi lingkungan, memiliki nilai seni atau estetika serta dapat mengurangi penumpukan limbah pakaian bekas. Walaupun bata dekoratif menggunakan hampir 60% pakaian bekas sebagai bahan utamanya namun kualitasnya hampir memadai seperti bata lainnya, selain tahan terhadap air bata dekoratif ini juga tahan akan suhu luar yang panas jadi akan aman jika menaruhnya di luar ruangan. Bata dekoratif ini juga mampu menjadi perabot rumah tangga seperti meja, kursi, almari, serta dinding pembatas.
Keunggulan bata dekoratif dari pengolahan limbah pakaian bekas tak layak pakai yaitu:
Nama | : | Dhea Yulia Nabila |
Alamat | : | Dk. Kasingan, Ds. Botolambat, Kec. Kandeman, Kab. Batang |
No. Telepon | : | 085866682125 |