Tempe memiliki nilai filosofis yang tinggi bagi masyarakat Indonesia karena sudah ada sejak abad ke-16 yang ditulis dalam Serat Centhini. Namun, produksi tempe di Indonesia mengalami beberapa kendala terkait pemenuhan kebutuhan kedelai dalam negeri yang 90% berasal dari impor, ketergantungan akan impor akan menyebabkan berbagai masalah antara lain melumpuhkan ketahanan nasional dan mengganggu stabilitas ekonomi masyarakat.
Salah satu cara yang dikembangkan adalah dengan alternatif pembuatan tempe dari ampas kelapa menjadi tempe bongkrek di daerah Jawa Tengah, Tempe Benguk dibuat dari kacang koro benguk Namun, proses pembuatan tempe tersebut dianggap kurang populer karena teksturnya lebih keras sehingga memerlukan dua kali perendaman dan perebusan agar tekstur lebih lunak. Sehingga limbah yang dihasilkan lebih banyak. Solusi yang ditawarkan adalah menggunakan penambahan starter Bakteri Asam Laktat agar mampu membuat tempe dari bahan lain selain kedelai yang lebih kaya manfaat misalnya beras, kacang, biji labu, bahkan edible flower atau nori. Bakteri asam laktat membantu proses pengamasam yang mampu membuat bahan menjadi lebih lunak dan asam sehingga hifa dari Rhizopus mampu berkembang
selain meningkatkan tekstur dan rasa, penambahan bakteri asam laktat lebih hemat energi karena hanya menggunakan satu kali perebusan dan perebusan sehingga meminimalizir limbah. Penambahan starter Bakteri Asam Laktat mampu menghasilkan tempe yang sesuai syarat Tempe kedelai SNI 3144: 2015. Langkah ini merupakan salah satu upaya untuk mendukung ketahanan pangan dari Sustainable Development Goals (SDGs) Tempe dipilih karena sesuai dengan kriteria Zero Hunger untuk memberikan akses masyarakat di bawah garis kemiskinan untuk meningkatkan derajat hidup dengan konsumsi makanan yang bernutrisi
Tempe adalah makanan tradisional dari Indonesia yang dikembangkan sejak abad ke- 16 terutama di daerah Surakarta dan Yogyakarta yang ditulis dalam manuskrip Serat Centhini, sehingga tempe merupakan produk asli Indonesia. Tempe dibuat dari fermentasi biji kedelai ataupun bahan non kedelai oleh jamur Rhizopus dan beberapa jenis kapang lainnya seperti Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (Badan Standarisasi Nasional, 2012; Suknia & Rahmani, 2020).
Tempe banyak diminati oleh masyarakat karena memiliki banyak kandungan gizi dan manfaat, kandungan gizi tersebut diantaranya lemak, protein, mineral, asam fitat, karbohidrat, oligosakarida, tempe merupakan satu-satunya sumber bahan makanan penghasil vitamin B12 nabati yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah (Astawan, 2013).
Tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang apabila dikonsumsi secara rutin mampu mencegah anemia akibat kekurangan zat besi, Tempe juga menghasilkan isoflavon 12 yang mampu untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas sehingga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh karena meningkatkan imunitas (Pratama & Busman, 2020). Kandungan antioksidan tinggi yang terkandung pada tempe mampu menghambat proses penuaan (Dinar, 2013) membuat tubuh lebih kebal dari penyakit diare karena memiliki kandungan isoflavon yang mempunyai aktivitas antibakteri dan antioksidan untuk efek imunologis serta regenerasi sel di usus (Dimidi et al., 2019) penyakit jantung koroner karena tempe mengandung zat-zat yang mempunyai sifat hipokolesterolemik (menurunkan lemak darah) diabetes mellitus, kanker, osteoporosis dan lain-lain. Selain itu enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe menyebabkan protein, lemak dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah untuk dicerna di dalam tubuh. Sehingga, tempe sangat baik diberikan kepada semua kelompok umur (dari bayi hingga lansia). Lebih lanjut, apabila dibandingkan dengan daging semua zat gizi yang terkandung dalam tempe (kecuali lemak) lebih tinggi (Astuti et al., 2000; Redi, 2020).
Tempe merupakan makanan yang mendunia selain sebagai sumber bahan makanan sehari - hari atau hajatan, tempe memiliki banyak manfaat dan termasuk kedalam superfood selain itu tempe merupakan sumber bahan makanan yang murah. Sehingga tempe yang awalnya sering terikat dengan kemiskinan, sekarang menjadi salah satu makanan yang mendunia bahkan tempe diangkat menjadi industri besar yang diajukan ke dalam sidang Codex Alimentarius Commission (CAC) ke-34 di Jenewa 9 Juli 2011 dan disahkan sebagai new york item di CAC. Keterkaitan Indonesia akan tempe menyebabkan Indonesia menjadi negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Menurut Pusat data dan Sistem Informasi Pertanian (2020) 87% kedelai digunakan untuk konsumsi bahan pangan dan kebutuhan akan kedelai terus meningkat diiringi dengan bertambahnya jumlah pelaku usaha di bidang pangan.
Rata-rata konsumsi tempe selama tahun 2020-2022 diprediksi sebesar 7,28 kg/kapita/tahun sedangkan konsumsi tahu diprediksi sebesar 8,13 kg/kapita/tahun pada periode yang sama. Besarnya pengeluaran untuk konsumsi kedelai dan olahannya bagi penduduk Indonesia tahun 2015 – 2019 jika dilihat secara nominal menunjukkan peningkatan sebesar 2,28%, yaitu dari Rp 139.378/kapita pada tahun 2015 menjadi Rp 152.391/kapita pada tahun 2019. Hal ini menunjukan bahwa antusiasme masyarakat Indonesia akan produk dengan olahan kedelai sangat tinggi, sehingga menyebabkan Indonesia menempati posisi kedua setelah Tiongkok sebagai negara dengan konsumsi kedelai terbesar (Pusat Kajian Anggaran Sekretariat Jenderal DPR RI, 2022). Kebutuhan kedelai dalam negeri setiap tahunnya adalah 3 juta ton. Sementara budi daya dan suplai kedelai dalam negeri hanya mampu 500 hingga 750 ton per tahun.
Kebutuhan akan kedelai yang tinggi tidak mampu dicukupi oleh pemerintah sehingga dilakukan impor kedelai. Data dari Badan Pusat Statistik (2022) menyatakan bahwa nilai impor kedelai ke Indonesia mencapai US$ 1,48 miliar pada 2021. Nilai tersebut naik 47,77% dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 1 miliar. Amerika Serikat masih menjadi importir kedelai terbesar dengan nilai US$ 1,28 miliar pada 2021. Pemenuhan kedelai untuk kebutuhan dalam negeri dengan menggunakan sistem impor memiliki dampak positif dan juga dampak negatif. Salah satu dampak negatifnya adalah Ketergantungan kepada bahan pangan dari luar negeri dalam jumlah besar akan melumpuhkan ketahanan nasional dan mengganggu stabilitas sosial, ekonomi dan politik.
Ketahanan pangan dan kedaulatan pangan berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan rakyat. Apabila harga kedelai impor naik banyak pengrajin tempe akan gulung tikar sehingga hal ini mempengaruhi kestabilan ekonomi, selain itu mayoritas kedelai yang diimpor adalah kedelai hasil rekayasa genetika / genetically modified organism (GMO). Terdapat beberapa dampak negatif penggunaan kedelai transgenik antara lain adanya sifat-sifat baru yang dimiliki tanaman dapat menimbulkan ekspresi protein baru akibat gen dari spesies lain. Protein yang baru ini dapat memunculkan toksisitas dan alergi baru (Suwarno et al., 2014).
Diperlukan suatu alternatif untuk menyiasati masalah ketergantungan akan kedelai impor, salah satu metode yang sudah pernah dikembangkan adalah modifikasi bahan baku contohnya pembuatan tempe bongkrek yang berasal dari ampas kelapa yang umum di daerah Jawa Tengah, Tempe Benguk dibuat dari kacang koro benguk yang produktivitasnya cukup tinggi sekitar 0.51 ton per hektar dan terpusat di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta (Amanah et al., 2019), Tempe bungkil terbuat dari Kacang Tanah dan banyak dikembangkan di daerah Jawa Timur (Pamungkas, et al., 2017). Namun, keberadaan tempe tersebut masih belum populer karena dalam metode pembuatanya terkadang kurang steril, masih bersifat konvensional dan tidak higienis dan juga kerap diproduksi menggunakan Genetically Modified Organism (GMO) yang berpotensi menyebabkan kanker.
Selain itu dalam proses produksinya memerlukan air yang banyak dan menggunakan dua kali perebusan agar tekstur kacang menjadi empuk. Hal tersebut akan memunculkan masalah baru yaitu boros akan konsumsi energi dan peningkatan limbah. Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi tempe berasal dari proses pencucian. limbah cair tempe yang cukup berpotensi untuk mengganggu keharmonisan lingkungan. Kandungan pada limbah akan menyumbang bahan organik yang cukup besar karena kadar BOD, COD, dan NH3 pada limbah tersebut masih sangat tinggi (Novelda et al. 2017).
Jika limbah cair tempe dari industri dibuang langsung ke badan perairan tanpa proses pengolahan akan menimbulkan blooming, yaitu pengendapan bahan organik pada badan perairan, proses pembusukan dan berkembangnya mikroorganisme patogen. Kondisi ini menimbulkan bau busuk dan sumber penyakit sehingga penetrasi sinar ke dalam air berkurang (Supinah et al., 2020). Limbah yang dihasilkan dari proses produksi tempe tidak hanya berupa limbah cair, tapi juga limbah padat yang berasal dari kulit kedelai yang mengelupas selama proses perendaman dan juga limbah plastik hasil pengemasan. Limbah cair biasanya dibuang langsung ke lingkungan misal sungai, sedangkan limbah padat diolah menjadi makanan ternak.
Diperlukan suatu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut salah satunya adalah memodifikasi cara pembuatan tempe dengan menambahkan starter bakteri asam laktat. Keberadaan bakteri asam laktat dapat membantu mempercepat pembuatan tempe selain itu dapat menggunakan bahan lain tidak hanya kedelai misalnya kacang tolo, kacang hijau, mete, biji labu, bunga mawar (edible flower) dan juga wijen hitam. Sehingga tempe tidak lagi dibuat dengan menggunakan kedelai saja karena bakteri asam laktat membantu proses pengasaman sehingga Rhizopus mampu tumbuh. Sehingga, tempe ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tempe lain karena bahan bakunya lebih beragam dan juga lebih hemat energi dan limbah karena tidak memerlukan dua kali pencucian dan perebusan.
Penambahan bakteri asam laktat (<0.5%) atau asam asetat (<0.25%) pada proses pembuatan tempe menyebabkan kondisi asam sehingga memungkinkan untuk menggunakan bahan lain selain kedelai, selain itu dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan memberikan kondisi awal yang baik untuk pertumbuhan kapang tempe. Penambahan bakteri asam laktat tidak berbahaya bagi tubuh karena merupakan probiotik, yaitu ingredient pangan berupa mikroba hidup yang dapat memberikan keuntungan untuk kesehatan.
Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang melakukan penguraian karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat dan memiliki sifat menguntungkan dan tidak merugikan bagi kesehatan karena memiliki kemampuan sebagai penghasil antibiotik. Bakteri Asam Laktat yang terdapat pada proses perendaman kedelai adalah Streptococcus dysgalactiae, Lactobacillus casei, Streptococcus faecium subsp. casseliflavus (Mulyowidarso et al. 1989), Lactobacillus plantarum (Barus 2008). Produksi asam laktat selama proses fermentasi dapat menurunkan jumlah mikroorganisme pembusuk dan patogen pada tempe (Nout dan Kiers 2005). Proses asidifikasi dan adanya senyawa inhibitor lainnya yang dihasilkan BAL menghambat pertumbuhan mikroorganisme alami seperti coliform, Klebsiella pneumoniae dan khamir (Nout dan Kiers 2005).
Penggunaan Bakteri Asam Laktat dalam proses produksi tempe non soya memiliki beberapa keunggulan Pertama, adalah mencegah terjadinya kanker yaitu dengan menghilangkan bahan prokarsinogen (bahan penyebab kanker) dari tubuh dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, Kedua, dapat menghasilkan bahan aktif anti tumor. Ketiga, memproduksi berbagai vitamin (B1), riboflavin (B2), piridoksin (B6), asam folat, sianokobalamin (B12) yang mudah diserap ke dalam tubuh. Keempat, kemampuannya memproduksi asam laktat dan asam asetat di usus dapat menekan pertumbuhan bakteri E coli dan Clostridium Perfringens penyebab radang usus dan menekan bakteri patogen lainnya, serta mengurangi penyerapan amonia dan amina. Kelima, berperan dalam penurunan kadar kolesterol, dimana bifidobakteria menghasilkan niasin yang memberi kontribusi terhadap penurunan kolesterol tersebut
? Pembuatan tempe non soya memiliki kemampuan sebagai sumber protein yang baik dibandingkan dengan produk yang pernah ada sebelumnya. Bahan yang digunakan adalah bahan asli Indonesia sehingga tidak perlu impor, sehingga tidak menyebabkan ketergantungan akan stok luar negri yang dapat menyebabkan pengrajin kecil gulung tikar sewaktu-waktu.
? Bakteri Asam laktat yang digunakan berasal dari kacang tunggak karena isolat mampu mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan memiliki kandungan antibiotik
? Penggunaan jenis kacang-kacangan lain dan bakteri asam laktat menyebabkan rasa dari tempe cenderung bervariasi sehingga dapat digunakan sebagai alternatif bahan pangan yang mampu bersaing. Penggunaan nori, edible flower, daun jeruk dapat meningkatkan cita rasa dan aroma pada tempe
? Selama ini bentuk sediaan yang ada hanya berupa rasa yang plain dan juga bau yang khas tempe. Produk yang dihasilkan memiliki keunggulan karena Memiliki keterbaharuan yang tinggi karena sediaan bentuk ini belum pernah ada sebelumnya dengan memanfaatkan bahan leguminosa, biji labu, wijen tergantung dari selera
? Pemanfaatan bioteknologi dan inovasi dengan menggunakan penambahan bakteri asam laktat sehingga mampu menciptakan kondisi asam yang cepat untuk jamur rhizopus tumbuh sehingga akan mengurangi waktu dalam proses fermentasi.
? Salah satu perbedaan yang signifikan dalam proses produksi tempe adalah ada atau tidaknya perendaman dan pemasakan kedelai untuk kedua kalinya. Secara lengkap proses pembuatan tempe terdiri dari tujuh tahapan dengan 14 langkah kerja antara lain (Pemilihan biji kedelai, perendaman, perebusan, pendinginan, pengupasan, pencucian, perendaman, perebusan, penirisan, pendinginan, inokulasi, pengemasan, inkubasi dan produk tempe. Sedangkan penggunaan bakteri asam laktat membantu memperpendek proses yaitu dengan sekali perendaman dan sekali pemasakan
? Penambahan bakteri asam laktat tidak menghasilkan limbah cair yang banyak yang dapat mengotori lingkungan, menggunakan air bersih dengan proses penyaringan atau filter terlebih dahulu sehingga kualitas tempe yang dihasilkan lebih bersih karena air yang akan dibuang telah diproses terlebih dahulu melalui pemanasan sehingga keberadaan bakteri patogen lain dapat mati dan aman dibuang ke dalam lingkungan perairan.
? Sebagai upaya kekayaan bangsa Indonesia yang harus dikembangkan di era pasar bebas Asean karena tempe merupakan kekayaan indonesia yang sudah ada sejak abad-16 memiliki sisi orisinalitas berdasarkan bahan, eksplorasi cara pembuatan, peralatan, hingga komposisi yang sesuai. Hal ini dikarenakan pasokan bahan baku sumber pengganti kedelai sangat banyak di Indonesia dan variatif pada tiap daerah. Hal menjadi dasar bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki banyak ciri khas kearifan lokal yang berbeda sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan pengrajin tempe.
? Produk ini dibuat berdasarkan tradisi kekayaan leluhur bernilai tinggi yang perlu dijaga dan dikembangkan. Salah satu caranya adalah dengan dikemas ulang, direvitalisasi sehingga menjadi produk yang unik dan diharapkan menjadi populer dan bersifat eco friendly karena tidak menggunakan plastik
? Salah satu bentuk transformasi nilai tambah kacang-kacangan yang dapat meningkatkan derajat kesehatan penggunanya serta berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Nama | : | Kenanga Sari |
Alamat | : | Yupiter 1/14 Semarang |
No. Telepon | : | 085742413424 |