Biobriket limbah kulit singkong dapat menjadi sumber energi alternatif di Wonogiri. Dimana, tanaman singkong merupakan potensi sumber daya hayati subur di wilayah Wonogiri. Salah satu bagian penting dalam menentukan kualitas biobriket sebagai bahan bakar adalah perekat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan biobriket dari bahan baku limbah kulit singkong, (2) menyelidiki pengaruh jenis perekat terhadap laju pembakaran biobriket limbah kulit singkong yang dihasilkan dan (3) menyelidiki pengaruh jenis perekat terhadap kadar abu biobriket limbah kulit singkong yang dihasilkan.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen pada benda uji biobriket limbah kulit singkong. Hasil penelitian ini adalah (1) limbah kulit singkong di Wonogiri dapat ditingkatkan nilai guna dan ekonomisnya dengan cara memanfaatkannya sebagai bahan baku pembuatan biobriket, (2) dalam pembuatan biobriket limbah kulit singkong dengan menggunakan variasi bahan perekat didapatkan nilai laju pembakaran tertinggi yaitu 0,0084 gram/sekon bila menggunakan bahan perekat tepung tapioca, (3) biobriket limbah kulit singkong dapat dijadikan sumber energi alternatif di Wonogiri karena kualitas briket yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ada. Pada pembuatan biobriket limbah kulit singkong didapatkan kadar abu (Ash Content) terkecil yaitu 6,43% (SNI : ≤ 8%) yang berasal dari penggunaan bahan perekat tapioka.
Kehidupan masyarakat sangat erat kaitanya dengan pemakaian sumber energi. Sumber energi listrik di Indonesia semakin dibutuhkan keberadaanya untuk menunjang roda kehidupan masyarakat. Energi Listrik yang kita gunakan sehari-hari didapatkan dari pembangkit listrik yang sebagian besar bersumber dari bahan bakar fosil. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui serta keberadaannya semakin langka. Menurut Data Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM, 2006) dalam (Lita Nasution, 2022: 1) menyatakan bahwa konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang mencapai 1,4 juta barel per hari (BPH) tidak seimbang dengan produksinya, yang mana nilaianya sekitar 850.000 samapai 1.000.000 BPH sehingga terdapat deficit yang harus diatasi dengan impor. Kelangkaan ini berimbas pada naiknya harga BBM, serta semakin menghilangnya bahan bakar murah seperti minyak tanah. Energi alternatif pun dirasa sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini. Menurut Ucok Hasiholan (2016: 210), energi alternatif merupakan energi yang ketersediaannya melimpah dan dapat diperbaharui, yang diharapkan bisa menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan, efektif, efisien, dan dapat diakses oleh masyarakat luas.
Briket merupakan salah satu energi alternatif yang pantas untuk dikembangkan. Menurut Bramono (2004) dalam Lita Nasution (2022: 5-6) salah satu penangan sampah daripada dibakar percuma adalah dengan dibakar secara pirolisis dari sampah organik. Proses ini menghasilkan padatan (char) berupa arang dan cairan (tar) yang memiliki niilai kalor tinggi. Padatan ini dapat diproses menjadi briket arang, yang nantinya akan menjadi sumber energi alternatif. Menurut Modul berjudul Bioarang Organik Energi Alternatif karya Indra Koto, Sahala Siallagan, dan Lisyanto (2019) dalam Pamungkas (2022), briket berfungsi sebagai bahan bakar padat yang menjadi bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi.
Salah satu bahan bakar alternatif adalah biobriket dari limbah biomassa kulit singkong. Biomassa merupakan limbah padat yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar (Nining Wahyuni, dkk, 2020: 1). Biomassa ini dapat berupa limbah kayu, pertanian, perkebunan, hutan ataupun limbah organik lainnya dari industri dan rumah tangga.
Wonogiri merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki potensi tinggi akan tanaman singkong. Singkong dimanfaatkan oleh masyarakat wonogiri sebagai pengganti bahan makanan pokok, jajanan ataupun makanan ringan. Namun pembuatan bahan pangan ini akan meninggalkan kulit singkong sebagai limbahnya. Kulit singkong belum dimanfaatkan secara maksimal, dibuang begitu saja ataupun digunakan sebagai pakan ternak. Padahal kulit singkong dinilai kurang baik sebagai pakan ternak karena mengandung sianida. Kulit singkong memiliki kandungan HCN yang sangat tinggi yaitu sebesar 18,0 – 309,4 ppm untuk per 100 gram kulit singkong (Nur Richana, 2013) dalam (Audiananti Meganandi Kartini, dkk, 2018: 272). HCN atau asam sianida merupakan zat yang bersifat racun baik dalam bentuk bebas maupun kimia, yaitu glikosida, sianogen phaseulonathin, linamarin dan metillinamarin/lotaustrain (Coursey, 1973) dalam (Audiananti Meganandi Kartini, dkk, 2018: 272).
Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengembangkan limbah kulit singkong sebagai bahan baku pebuatan biobriket dengan tepung tapioka, meizena dan pati garut sebagai perekat.
Pembaharuan yang ditawarkan pada inovasi ini adalah terletak pada jenis perekat yang berbeda jenis. Dimana alat dan bahan dapat memanfaatkan bahan yang ada di sekitar lingkungan, tidak membutuhkan biaya yang besar.
Nama | : | Fitria Etika Puri |
Alamat | : | Tawangharjo, Rt 001/ Rw 006, Tawangharjo, Giriwoyo, Wonogiri |
No. Telepon | : | 085879844223 |