Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Kekayaan alam tersebut menyediakan sumber daya yang bisa digunakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia. Salah satu bentuk kekayaan alam di Indonesia terdapat pada sektor peternakan. Sektor peternakan memegang peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jenis hasil peternakan yang paling banyak dimanfaatkan adalah daging. Salah satu daging yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah daging kerbau. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2022 konsumsi daging sapi dan kerbau di Indonesia pada tahun 2022 diperkirakan sebesar 695,39 ribu ton. Daging kerbau merupakan bahan pangan dengan kandungan gizi tinggi dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Walaupun belum menyamai populasi sapi, kerbau juga sering menjadi primadona produk pangan di berbagai daerah khususnya Kota Kudus. Budaya masyarakat yang sangat kental dimana Sunan Kudus menganjurkan untuk mengganti sapi dengan kerbau berbagai hidangan khasnya seperti satai kerbau,soto kerbau,dan nasi pindang. Akan tetapi ada banyak hal yang perlu dibenahi dalam adanya daging kerbau sebagai salah satu bahan pangan di Indonesia. Melihat karakteristik daging kerbau yang mudah membusuk dengan permintaan pasar yang cukup tinggi perlu dikembangkan teknologi kemasan pintar atau disebut smart packaging yang dapat memperpanjang masa simpan daging.
Kemasan pintar atau smart packaging merupakan kemasan yang berfungsi untuk melindungi dan memperpanjang umur simpan produk pangan, namun saat ini kebanyakan indikator pada smart packaging masih berasal dari bahan-bahan yang bersifat non-edible dan akan memberikan dampak buruk bagi manusia dan lingkungan. Untuk itu diperlukan smart packaging yang bersifat biodegradeble atau yang disebut dengan edible smart packaging. Edible film sendiri dapat dibuat dari bahan-bahan yang dapat dikonsumsi seperti protein, polisakarida, lipid, dan lainnya (Janjarasskul & Krochta, 2010). Hal ini menyatakan bahwa edible smart packaging dapat dibuat dari polisakarida.
Kandungan polisakarida yang terdapat pada pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film yang mudah terurai dan relatif terjangkau. Jenis pati yang berpotensi yakni berasal dari umbi ganyong. Kecamatan Dawe merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kudus yang menjadi daerah penghasil umbi ganyong. Namun, pemahaman masyarakat tentang karakteristik dan pengolahannya masih kurang, sehingga umbi ganyong berpotensi besar sebagai bahan baku pembuatan pati yang belum banyak dimanfaatkan dalam pengembangan edible film.
Indikator alami yang digunakan pada edible smart packaging mengandung zat warna yang berasal dari tanaman, buah, maupun bunga seperti antosianin, betasianin, karotenoid, kurkumin, maupun klorofil (Alizadeh-Sani dkk., 2020). Dalam pembuatan edible smart packaging terdapat penambahan senyawa antosianin dari daun jati muda sebagai bioindikator kerusakan pada daging kerbau. Antosianin merupakan zat warna alami yang terdapat pada tumbuhan, buah maupun sayuran. Antosianin juga sangat sensitif terhadap perubahan pH, sehingga dapat memberikan warna yang berbeda-beda dalam berbagai kondisi pH yang berbeda (Amalia dkk., 2021). Perubahan warna terhadap kondisi pH inilah yang biasanya digunakan sebagai bioindikator kerusakan daging kerbau.
Namun demikian, belum ada inovasi pembuatan produk edible smart packaging berbasis pati ganyong dan antosianin dari daun jati muda. Oleh karena itu kami ingin memperkenalkan NYONGTI-PACK yaitu inovasi edible smart packaging atau kemasan pintar berbasis edible film dari pati ganyong dan ekstrak antosianin daun jati muda sebagai biosensor kesegaran daging kerbau yang praktis dan terjangkau.
Nama | : | Azmi Wulan Nirwasitasari |
Alamat | : | |
No. Telepon | : | 083842986116 |