Wijayakusuma merupakan tanaman yang penuh mitos bagi masyarakat Jawa. Meskipun demikian, Wijayakusuma memang mengandung banyak senyawa aktif yang berguna bagi kesehatan. Penelitian ini bertujuan mengoptimalkan produk antibiotik topikal dari tanaman Wijayakusuma yang disinergikan dengan Sambung Nyawa, Sambang Darah, Bratawali, Sambilata dan Tembakau menjadi minyak terapi yang berfungsi sebagai pembasmi nyamuk. Metode penelitian yang digunakan adalah mix method. Pengumpulan data menggunakan uji viskositas, antibakteri, screening fitokimia, uji antioksidan, dan uji efficacy. Analisis data menggunakan analisis deskriptif statistik. Antibiotik Topikal dibuat dengan metode maserasi dengan merendam tanaman wijayakusuma, sambung nyawa, sambilata, bratawali, sambang darah dan daun tembakau dengan menggunakan VCO. Pengukuran viskositas dengan Oswald 20oC menunjukkan angka 22,56 cP. Sedangkan analisis antioksidan menggunakan metode % inhibisi DPPH dengan sample 50.000 ppm adalah 51,6%. Aktivitas antibateri terhadap Bacillus subtilis (gram positif) adalah 18,8 mm (kuat) dan terhadap Escherichia coli (gram negatif) 10,4 mm (kuat). Kandungan flavonoid dalam antiobiotik topikal adalah 15,51 mg QE/ml, fenolat sebesar 8,11 mg GAE/ml dan tannin sebesar 11,30 mg TAE/ml. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan terhadap nyamuk yang didekatkan antibiotik topikal ini, nyamuk berlaku sempoyongan lalu terbang kabur menjauh. Antibiotik topikal ini memiliki daya repelen 100%. Dengan demikian antibiotik topikal ini memiliki kandungan antioksidan yang bagus untuk perawatan tubuh, antibakteri dan aromaterapi yang tidak disukai oleh nyamuk serta sangat cocok digunakan untuk minyak urut yang pengobatan luar.
Kata Kunci : antibiotik topikal, minyak terapi, nyamuk, wijayakusuma
Wijayakusuma merupakan tanaman yang sakral bagi masyarakat Jawa. Bahkan Pemerintah Kabupaten Cilacap menetapkan Kembang Wijayakusuma sebagai icon simbol Kabupaten Cilacap. Hal ini terkait dengan mitos Kembang Wijayakusuma yang ada di Pulau Majeti Nusakambangan yang hanya mekar setahun sekali. Keberadaan Kembang Wijayakusuma ini dikaitkan dengan berbagai mitos yang dihubung-hubungkan dengan Keraton Yogyakarta, Keraton Solo dan Nyi Roro Kidul Ratu Pantai Selatan.
Tanaman Wijayakusuma memiliki nama ilmiah Epiphyllum anguliger yang umumnya dikenal sebagai kaktus fishbone. Bunga ini sering disebut dengan The Queen of Night, sang bunga ratu malam karena biasanya mekar total saat tengah malam atau sekitar pukul 00.00 waktu setempat. Dalam mitologi Jawa, tumbuhan ini dianggap pohon sakti dan dapat menghidupkan orang mati. Kalangan Keraton Yogyakarta dan Surakarta, percaya seorang raja yang akan naik takhta harus memiliki bunga wijayakusuma sebagai syarat penobatannya. Tanaman wijayakusuma sendiri berdasarkan penelitian menunjukkan efek farmakologis yang signifikan seperti aktivitas antiinflamasi, antioksidan, dan antimikroba. Berdasarkan uji skrining fitokimia, tanaman wijayakusuma mengandung senyawa saponin, flavonoid, dan steroid (Wardani, 2019).
Beberapa terapis herbal di Kecamatan Maos mengembangkan antibiotik tipokal dari tanaman wijayakusuma yang diekstrak dengan cara direndam di dalam minyak klentik atau minyak sereh. Dalam teori pengobatan herbal, tidak disarankan menggunakan ramuan tunggal. Sehingga para terapis menyinergikan dengan tanaman sambung nyawa, sambang darah, sambilata dan tembakau. Dalam praktik pengobatannya, para terapis menggunakannya sebagai antibiotik topikal untuk mengobati luka, gatal-gatal dan jerawat. Padahal sinergi bahan-bahan tersebut masih dapat ditingkatkan fungsi dan kegunaannya menjadi lebih optimal dalam bentuk produk minyak terapi herbal, seperti minyak urut untuk pijat dan lulur yang sekaligus mampu membasmi nyamuk dengan menggunakan metode formulasi yang sesuai standar farmasi modern.
Nama | : | Broto Suranto |
Alamat | : | Jalan Petir RT 06 RW 01 Maos Kiduk |
No. Telepon | : | 083154501567 |